Bidadariku, Maafkan Aku


Semakin jauh, semakin rindu berlabuh. Seperti yang kau kira. Benar, cinta tak dapat kukubur. Bila kubunuh, semakin ia tumbuh. Bila kubakar, semakin bunganya mekar. Bila kuremuk, semakin hijau ia ke pucuk. Abadikah pohon cintaku padamu?

Keinginan memilikimu bertemu dengan ketidakberdayaan diri, taukah kau rasanya? Perih menggamit. Lagipun darimana aku tau kau memendam hal serupa kepadaku. Jangan paksa aku untuk merasa-rasa. pikiranku dikuasai logika. Aku bukan ahli nujum. Tak bisakah sinyal itu mampir saja di mukaku. Agar kubulatkan tekad kunjungi ayahmu.

Bidadariku,

Tahukah kau sudah berapa kali namamu kutakbir, rukuk dan sujudkan bersama sederet nama lainnya. 99 kali banyaknya. Tak hendak kugenapkan jumlahnya karna kuyakin tetap namamu yang akan unggul. Keyakinanku mantap tapi keberanianku yang hilang. Aku memang pemuda sial. Aku tak pantas untukmu. Bahkan untuk siapapun.

Bidadariku,

Tak sedang goyah usahaku menghalalkanmu. Tapi hatiku bagai pualam. Berulangkali mahar kau ringankan, tapi keinginanku memberimu lebih, gebu menggebu. Begitulah, lagi-lagi keinginanku bertemu dengan ketidakberdayaan diri adalah perih yang menggamit. Bukan salahmu.

Bila kau bertanya, urusan mahar sajakah? Aku jawab, ya.
Kau tanya lagi, adakah yang lain? Aku jawab, ya.

Hanya satu saja lagi. Aku tidak siap gagal. Aku tak ingin ke gelanggang membawa sekuntum mawar merekah, pulang-pulang bunga layu masih digenggaman, kering dan patah. Maafkan aku bidadariku. Aku lelaki lemah. Tak pantas mendampingimu. Tak pantas pula untuk siapapun.

Andai bisa, ingin kulamunkan bersama ombak hati yang ringkih ini. Tak bisakah Salman Alfarisi mewarisiku keteguhan dan gagahnya sikap ketika ditolak oleh wanita.

Bidadariku,

Bila nanti ada lelaki saleh yang lebih matang, lebih menarik dan lebih bernyali untuk mendampingimu. Kuikhlaskan kau dengannya. Kuharap ada sosok, meski entah kapan waktunya yang akan jadi pendampingku sebaik dirimu.

Meski begitu, pucuk cinta tak dapat kutampik. Tumbuhnya hanya mengarah kepadamu. Maafkan aku bidadariku. Sampai detik ini masih kukumpulkan nyali untuk bertandang ke rumahmu. 

____
Menyambung lisan Pangeran Tak Berdaya
@DCHabibillah


0 Response to "Bidadariku, Maafkan Aku"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel