Aktivis Dakwah Multitalenta
Tuesday, May 22, 2012
Add Comment
Bahagianya menjadi aktivis dakwah, serba tau dan serba mau, serba bisa dan serba terpaksa. Saya teringat sebuah kalimat dalam sebuah majalah “masalahnya adalah bukan karna kita bisa atau tidak bisa, tapi apakah kita mau atau tidak mau?”. Bisa atau tidak bisa itu bukanlah menjadi alasan untuk kita tidak bergerak, karena setiap orang akan menjadi bisa jika dia mau. Nah, sekarang masalahnya MAU tidak kita menjalankannya?
“Wah, sekarang sudah menjadi tukang
bang ya?” tanya seorang adik leting dengan senyum mengembang mengamati gaweanku memasang tiang pagar yang sejak
tadi kunikmati.
“Salut kali la aku sama abang ni,
semua bisa dilakukannya. Jadi pembawa acara bisa, jadi tukang bisa, Nasyid
bisa, dekor ruangan bisa, konseptor acara bisa, buat poster desain grafis bisa, nulis bisa, masak bisa, jadi sales juga
bisa, bernegosiasi mantap, retorika oke, bersihin kamar mandi mushalla mahir
(he he), cerita soal agama mantep, politik nyambung juga, isu internasional
respek, akademik gak jelek-jelek amat (meski banyak juga yang berprestasi -ed). Baik
hati, santun, persaudaraan sangat erat. Aduhhh...
apasih rahasianya?” sambung si adik leting yang keren beken itu.
Aku tersenyum mendengarnya. Juga sebenarnya
aku baru tersadar ternyata aku kini
sudah jauh berbeda dari 5 tahun yang lalu. Dulu maju kedepan kelas saja setengah
mati sampai akhirnya keringat dingin membanjiri. Semua bermula dari lingkaran
kecil. Kupikir tak Cuma aku yang bernasib malang dahulunya, aku yakin para
aktivis dakwah tak serta merta dilahirkan menjadi macan podium. Sepertinya terkesan berlebihan pujian sang adik itu,
tapi itu adalah ungkapan jujur hatinya. Begitulah memang seharusnya aktivis
dakwah. Bukanlah seorang aktivis dakwah dia yang hidupnya berselubung keluh
kesah, ngambek, mudah sakit hati
(mengingat ini seorang murabbi pernah berkata “satu yang harus melekat dalam
dirimu di jalan dakwah ini jangan mudah
sakit hati), manja (karna dakwah tak bisa dipikul oleh orang-orang yang
manja), dan senantiasa diliputi kemaksiatan.
“Halaqah...” jawabku singkat membuat
sejenak keningnya berkerut membentuk tanda tanya.
Pesan Yusuf Al-Qhardawi senantiasa
membayang lekat di benak ini. katanya “Tarbiyyah itu bukan segala-galanya, tapi
segala-galanya bisa dicapai dengan tarbiyyah”. Kalimat singkat yang tetap
membuatku bertahan insyaAllah hingga nyawa tercerabut dari jasad ini senantiasa
bersenandung ditiap denyut darahku.
Aktivis dakwah itu memang selalu
memiliki keunikan tersendiri, serba bisa dan serba tau. Semua itu berawal dari
terpaksa meski lebih tepatnya dipaksa. Maka betul pula rasanya guyonan salah
seorang sahabat “Alah bisa karna
terpaksa”. Pernah pula seorang ustadz yang kukenal tawadhu berujar
“Allahumma... Paksain!” saat mengajarkan kami sebuah doa, serta merta peserta
kajian tertawa. Namun, aku berpikir benar juga doa itu. Maka mari kita paksakan
tanpa mengurangi rasa ikhlas diri kita untuk berbuat yang terbaik untuk agama
dan bangsa ini.
Allahuakbar!!!
Limpok, 31 Mei
2011
Dalam balutan
subuh yang sunyi
0 Response to "Aktivis Dakwah Multitalenta"
Post a Comment