Lillah Ataukah Lelah?

                Meniti tangga memang tak semudah berjalan di atas lantai yang datar. Terutama jika tempat yang di tuju belum juga terlihat sedang tangga yang dinaiki sudah tiada berbilang. Letih rasanya. Kita sampai pada satu titik dimana kejenuhan meliputi. Satu titik dimana usaha bagai tanpa makna, impian hanya angan kosong yang mengelabui pikiran kita. Disaat-saat seperti ini apakah yang mesti  dilakukan? Apakah maju dengan segala ketidakpastian ataukah kembali menuruni tangga satu persatu sedang tangga itu sudah sangat jauh kita lampaui? Hal yang terkonyol adalah memilih jalan singkat loncat dari tangga yang ketinggiannya tiada terukur. Masalahnya , adakah orang yang memilih kekonyolan inisiatif itu? Ya, ada. Bahkan terlalu sering kita melihat orang yang bangga dengan kekonyolan itu. Syukur-syukur dia enggak mati konyol.
                “Aku sudah terlalu lelah, menapakinya sendiri, ingin membakar kemungkaran tapi malah aku yang terbakar. Ingin menabur kebajikan, tapi aku terlalu sibuk menebar hingga ruhku sendiripun tidak tertuai kebajikan” ungkap sang hati.  
                Begitulah keraguan akan jalan yang kini tengah kita tempuh. Sesekali keyakinan itu muncul dan memberi energi baru untuk meniti tangga. Namun seketika itu juga ia lenyap tak berbekas. Titik jenuh itu tidak bisa tidak akan datang menghampiri. Jika tidak sekarang mungkin lusa. Jika tidak lusa mungkin sebulan atau setahun yang akan datang. Tidak juga kau atau aku yang bisa menghindari itu.
                Setiap permulaan pasti akan ada akhirnya, tapi kapan? Nah, lagi-lagi ini hanya masalah waktu dan komitmen. Tapi keyakinan itu haruslah terpatri kuat dalam hati bahwa ini akan ada ujungnya. Bahkan kehidupan ini ada ujungnya. Nanti ketika kenikmatan syurga telah diraih barulah kelelahan itu sirna. Sebab tidak ada kelelahan di surga.
“Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu." QS. Fathir:35
                Tangga itu, lagi-lagi jiwa ini mesti terlempar kembali ke tangga sebelumnya – tangga awal. Penyebabnya adalah setitik dosa yang lagi-lagi diperbuat. Setiap kali janji terucap mantap, saat itu pula jiwa mencoba menghianati. Ikrar hanya tinggal ikrar. Padahal Allah tak pernah khianati janji.

Limpok, 20/03/11
Di keheningan malam

0 Response to "Lillah Ataukah Lelah?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel