Ustadz Abdul Somad di Persimpangan Jalan


Cepologis.com - Hati ini senang-senang galau mendengar Ustadz Abdul Somad direkomendasikan sebagai salah satu calon wakil presiden oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama. Senang karena ia - secara zhohir yang saya ketahui - terpancar ketulusannya berjuang untuk umat Islam. Sebuah foto saat ia berdakwah di pekampungan, dikelilingi masyarakat miskin yang menjadi objek dakwahnya, selalu terkenang di benak. Galau, karena umat Islam bisa terlalu cepat kehilangan hujjah-hujjahnya mematahkan "syubhat" yang ditebar terhadap amalan kaum ahlussunnah wal jamaah (aswaja).
Ustadz Abdul Somad sedang di persimpangan jalan. Bukan antara arah kebaikan dan keburukan, tetapi dua-duanya mengarah pada kemaslahatan, insya Allah.
Ustadz Abdul Somad sedang dihadapkan dengan pilihan ganda. Menurut Umar bin Khattab r.a., orang yang cerdas bukanlah yang bisa menentukan mana baik dan buruk, tetapi yang mampu menakar mana yang paling "mendingan" di antara dua keburukan. Maka kini yang dihadapi oleh Ustadz Abdul Somad bukanlah hal baik atau buruk, apalagi dua-duanya buruk, tetapi dua-duanya baik dan mana yang paling maslahat. Soal yang terlalu mudah bagi orang cerdas sepertinya.
Kemarin ia sudah menetapkan pilihan. "Abadan laa!" katanya, tegas tak kan pernah mau dicalonkan menjadi wakil presiden.
Termasuk saya, banyak yang berharap UAS, begitu beliau biasa dipanggil, tak tergesa mengambil sikap dan mau meninjau kembali. Rekomendasi GNPF kemarin adalah hasil syuro para ulama, dai, dan aktifis islam meski tak mewakili semuanya. Sementara berkah Allah bersama hasil musyawarah daripada keputusan perorangan.
Menjadi wapres memang tidak serta merta akan bisa menuntaskan persoalan-persoalan bangsa ini. Tetapi rakyat sedang butuh pemimpin yang menampilkan keteladanan. Bila harapan GNPF terwujud, Prabowo menjadi presiden, sejatinya ia adalah wakil dari kelompok nasionalis. Maka dibutuhkan juga wakil dari kalangan aktifis Islam untuk memperjuangkan aspirasi umat di pemerintahan. UAS telah dikenal memiliki kemampuan berhujjah yang baik.
Hanya saja terbersit pula kegalauan di hati saya. UAS belum lama memikat hati umat Islam dengan kemampuan orasinya. Taushiyah-taushiyahnya telah banyak menyentuh hati anak muda muslim untuk "hijrah". Posisinya sebagai da'i kultural masih sangat dibutuhkan untuk membimbing lebih banyak lagi umat Islam untuk hidup lebih baik. Tentu, ketika menjadi wapres, kerjanya bukan lagi menyampaikan taujih.
Ia adalah "penolong" aswaja dari serangan verbal kelompok yang suka membid'ah-bid'ahkan. Memang selain UAS, ada banyak lagi ustadz yang mampu menyampaikan ilmu dengan runut seperti Ustadz Adi Hidayat, dll. Tetapi UAS adalah spesialis penjaga hati anak muda aswaja dari kegalauan karena sering dituduh beramal bid'ah. Kini UAS adalah rujukan utama atas dalil dan argumentasi amalan yang biasa dipraktekkan aswaja.
Sepertinya seru sekali bila kelompok yang selama ini sering mencela UAS dengan ejekan misalnya "jenggot tusuk sate", dan mereka juga menyuruh umat Islam patuh pada pemerintah, rupanya besok mereka harus menjaga lisan kepada UAS dan menjadi penjaga kehormatan UAS paling terdepan.
Nah, mana yang terbaik untuk UAS? Terjun ke dunia politik yang dipenuhi intrik kotor di mana ia belum punya pengalaman, atau fokus berceramah sementara umat butuh keteladanannya sebagai pemimpin, butuh pembelaannya kepada aspirasi umat Islam, dan butuh menang juga pada 2019 nanti?
Apa pun keputusan itu, mari hargai UAS. Dengan kecerdasannya beliau akan memilih. Kalau ia menerima dicalonkan, tak terperikan kegembiraan kita. Saya bayangkan akan ada takbir dan sujud syukur di mana-mana. Tetapi bila ia menolak, saya rasa itu hanyalah mengulur waktu untuk momen yang tepat. Adalah fitrah bahwa segala sesuatu yang digemari manusia itu ada masa puncak popularitas, lalu menemukan masa jemu. Lima tahun lagi mungkin masyarakat sudah terlalu akrab dengan gaya Ustadz Abdul Somad. Akan ada da'i baru yang mulai menanjak popularitasnya. Ketika itu lah UAS sudah punya pengganti, dan ia bisa masuk ke dunia yang lebih berdebu, berkeringat, berurai air mata, berdarah-darah daripada kehidupan di mimbar. Yaitu dunia politik.

Penulis

Zico Alviandri

0 Response to "Ustadz Abdul Somad di Persimpangan Jalan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel