Samudera Perasaan

Suasana hati kadang memang berubah sesuai dengan iramanya. Mumudar kadang pula segar. Memahaminya juga merupakan seni tersendiri. Tak mudah dan tidak pula terlalu jelimet sebenarnya. Hanya saja membutuhkan sabar yang menggunung dan damai yang mengendap. Tak sekedar berkata ‘saya ikhlas, insyaallah’ tanpa dibarengi dengan pemantapan di dalam hati.

            Letaknya kini justru disutu. Dimana sesungguhnya kita benar-benar menghargai perasaan orang lain. Kita sangat takut menyakiti perasaannya. Rasanya biarlah perasaan ini terkorbankan perih, pedih dan kadang bagai tersayat-sayat demi menjaga jiwanya yang lembut bagai kabut.

            Kita memang tidak dicipta setegas umar. Tak pula sebijak abu bakar. Hanya berharap menjadi sekeping serpihan dari keterpukauan pribadi-pribadi seindah para sahabat. Hati ini kadang tersentak diam melihat sikap yang kadang terpaksa mengurut dada. Lalu biarlah itu berlalu bersama angin. “Usah kau kenang lagi” begitulah sebuah lagu jadul berdendang. Sakitnya hati bukan karena disebabkan oleh sebegitu besar dan tajamnya sayatan saudara kita pada kita, tapi oleh karena kata-kata kita yang menggores dan tak bisa termaafkan olehnya. Sesungguhnya luka itu adalah karena luka yang ada pada saudara kita akibat lidah yang meliuk tanpa kendali lantas luka itu tak terhapus. Tidak cukup dengan kata “maaf”.

            Benarlah Ibnul Qayyim dalam sebuah kitabnya “Bahaya Lisan”, mengajarkan pada kita agar senantiasa yang keluar dari lisan kita merupakan kebenaran, kebaikan, berkualitas dan mendamaikan. Beberapa orang telah kutanyai tentang sosok sahabat yang ia dambakan. Hampir semua menjawab serupa. “ yang saya sukai dari seseorang adalah dia tidak sombong, tidak suka meremehkan orang lain, menganggap bahwa kita ini ada dan juga memberikan kontribusi, sopan santun dan lemah lembut serta selalu perhatian”. Hampir semua dari mereka tidak suka pada sosok orang yang sok, bicaranya banyak dan tinggi, merasa diri paling benar.

            Nah, lantas jika semua orang mengharapkan sebuah sikap santun dan lemah lembut (tidak pula meninggalkan sisi ketegasan), tenang dan merunduk (tidak tinggi hati), mengapa kita tak segera mentransformasikan pribadi kita menjadi pribadi yang menawan itu. Bukankah harta yang paling berharga dalam diri kita adalah sahabat. Bagiku, kehilangan sahabat sedihnya melebihi sedih seorang musafir yang kehilangan bekal dan hartanya di tengah padang pasir yang tandus tanpa air.

            Janganlah selalu mengharapkan orang lain
            Harus mengerti akan perasaanmu, walaupun ia adalah sahabat karibmu sendiri.
            Karna perasaan adalah bahasa hati yang dapat berubah disetiap waktu
            Hari ini ia adalah orang yang sangat mengerti akan perasaan hatimu
            Mungkin esok ia adalah orang yang paling tidak memahamimu.
            Janganlah memaksa karna saudaramu juga adalah... seorang manusia biasa
(Maidany) 

             Moga nasyid ini mampu menyadarkan kita bahwa perasan adalah Mahkota, jangan merusaknya.


0 Response to "Samudera Perasaan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel