Tak Cuma Semata Terkenal
Saturday, July 13, 2013
Add Comment
Dalam
sebuah perjamuan makan malam, seorang lelaki dengan dandanan rapinya berjalan
satu-satu seolah menikmati tiap langkah kakinya sebagai nyanyian keterpesonaan,
setidaknya begitulah rasa nuraninya. Namun, ia terhenyak alang kepalang. Tak
satupun orang yang hadir memandangnya, memunculkan tatapan keterpanaan. Ada
rasa sakit dijiwanya. Ia bergumam “huh, tidak tahukah mereka siapa sebenarnya
aku ini, bahwa aku lebih tinggi derajatnya jauh diatas mereka”. Ketika makan
malam berlangsung, terjadi obrolan hangat dimulai dari sang tuan rumah. Ia
lagi-lagi merasa tak dihargai. Ia tidak diminta untuk berbicara. Sebagai orang
yang jabatannya lebih tinggi ia merasa terhina. Lagi-lagi batinnya menggerutu
“Awas ya, kalau nanti anda-anda membutuhkan saya. Jangan mengemis. Menangis
darah sekalipun tak kuberi”.
Kisah
diatas menggambarkan betapa kita selalu menginginkan terkenal, di puja dan
dipuji. Sesungguhnya kita tak sedang mencari ketenaran. Karna terkenal adalah
perkara gampang. Benar kata sebuah guyonan yang sering diungkapkan bapak “kalau
mau terkenal, kencingi saja sumur zamzam”. Tak perlu ke mekkah buat terkenal
hanya untuk mengencingi air zamzam. Lia Eden, Ahmad Mosaddeq, Satria Hadi Piningit
dan konco-konconya sudah membuktikan bahwa terkenal itu mudah, semudah membalikkan
telapak tangan.
Maka
masih perlukah bagi kita terkenal jika jiwa dan amal tak seindah Abu Bakar?
Terlalu banyak di negeri ini orang yang berlomba-lomba untuk terkenal. Beramal
hanya ingin terkenal.
“Alahh... yang ada
capek aja kita, kalau sukses yang terkenal dia juga” kalimat ini muncul saat
lelah menghampiri dan bukti bahwa kita berharap orang menilai dan memuji kerja
kita. Padahal kata Allah berkerjalah,
biar Allah dan orang-orang beriman yang melihat kerja kita. Lihatlah Jumlah
syahid pada perang badar dan perang uhud lantas tercatatkah seluruh nama mereka
dalam tinta sejarah? Tidak bukan? Hanya sebagian kecil saja. Tapi Apa Allah
katakan, mereka adalah syahid dan bagi mereka syurga. Tidak cukupkah bagi kita
syurga. Atau kita lebih memilih dunia (terkenal) dari pada syurga.
Dalam
berkehidupan organisasi begitu pula, ada Qiyadah dan ada jundiyah. Bila semua
orang berambisi menjadi pemimpin, nah ini yang repot. Bukankah umar bin abdul
aziz menangis tersedu saat dirinya menjadi khalifah, bukankah khulafaurrasidin
tak merasa layak menggantikan sosok paripurna dari seorang Nabi Muhammad.
Disinilah kita diajarkan untuk tidak mengejar jabatan demi mencari nama,
popularitas dan terkenal. Namun bila diberi amanah, janganlah pula menolak dan
mencari-alasan. Sebagai apapun posisi kita, meski kita ditetapkan hanya sebagai
pengantar surat atau pembersih ruangan. Maka tak semestinya kita berharap
pujian dan nama kita tercantum sebagai pahlawan. Akan tetapi, satu-satunya
harapan hanya kita labuhkan pada sang pemilik jiwa ini. menjadikan kita hamba
yang ikhlas dan shalih.
Prinsipnya
“jangan meminta-minta jabatan, namun bila diamanahkan jangan menghindar”. Karena sudah terlalu banyak orang yang kecewa
oleh sebab mencintai dan mengingini sebuah jabatan namun tak kesampaian. Tak
perlu berpura untuk menyembunyikan sebuah hasrat. Tak butuh berjuta kata untuk
menjadi terkenal. Rasa hormat itu bisa
dibuat-buat, tapi kehormatan itu tidak bisa dipalsukan. Bila berjuta manusia
mengagumi kita padahal kita adalah sampah, kita tetaplah sampah(Majalah
Tarbawi).
*Untukmu Para Punggawa Dakwah FK (Pengurus LDF
Asy-Syifaa’ Periode 2011/2012)
Limpok. 15 juni 2011
Dalam heningnya petang yang mendamaikan.
0 Response to "Tak Cuma Semata Terkenal"
Post a Comment