Tak Cuma Semata Terkenal

Dalam sebuah perjamuan makan malam, seorang lelaki dengan dandanan rapinya berjalan satu-satu seolah menikmati tiap langkah kakinya sebagai nyanyian keterpesonaan, setidaknya begitulah rasa nuraninya. Namun, ia terhenyak alang kepalang. Tak satupun orang yang hadir memandangnya, memunculkan tatapan keterpanaan. Ada rasa sakit dijiwanya. Ia bergumam “huh, tidak tahukah mereka siapa sebenarnya aku ini, bahwa aku lebih tinggi derajatnya jauh diatas mereka”. Ketika makan malam berlangsung, terjadi obrolan hangat dimulai dari sang tuan rumah. Ia lagi-lagi merasa tak dihargai. Ia tidak diminta untuk berbicara. Sebagai orang yang jabatannya lebih tinggi ia merasa terhina. Lagi-lagi batinnya menggerutu “Awas ya, kalau nanti anda-anda membutuhkan saya. Jangan mengemis. Menangis darah sekalipun tak kuberi”.
                Kisah diatas menggambarkan betapa kita selalu menginginkan terkenal, di puja dan dipuji. Sesungguhnya kita tak sedang mencari ketenaran. Karna terkenal adalah perkara gampang. Benar kata sebuah guyonan yang sering diungkapkan bapak “kalau mau terkenal, kencingi saja sumur zamzam”. Tak perlu ke mekkah buat terkenal hanya untuk mengencingi air zamzam. Lia Eden, Ahmad Mosaddeq, Satria Hadi Piningit dan konco-konconya sudah membuktikan bahwa terkenal itu mudah, semudah membalikkan telapak tangan.
                Maka masih perlukah bagi kita terkenal jika jiwa dan amal tak seindah Abu Bakar? Terlalu banyak di negeri ini orang yang berlomba-lomba untuk terkenal. Beramal hanya ingin terkenal.
“Alahh... yang ada capek aja kita, kalau sukses yang terkenal dia juga” kalimat ini muncul saat lelah menghampiri dan bukti bahwa kita berharap orang menilai dan memuji kerja kita. Padahal kata Allah berkerjalah, biar Allah dan orang-orang beriman yang melihat kerja kita. Lihatlah Jumlah syahid pada perang badar dan perang uhud lantas tercatatkah seluruh nama mereka dalam tinta sejarah? Tidak bukan? Hanya sebagian kecil saja. Tapi Apa Allah katakan, mereka adalah syahid dan bagi mereka syurga. Tidak cukupkah bagi kita syurga. Atau kita lebih memilih dunia (terkenal) dari pada syurga.
                Dalam berkehidupan organisasi begitu pula, ada Qiyadah dan ada jundiyah. Bila semua orang berambisi menjadi pemimpin, nah ini yang repot. Bukankah umar bin abdul aziz menangis tersedu saat dirinya menjadi khalifah, bukankah khulafaurrasidin tak merasa layak menggantikan sosok paripurna dari seorang Nabi Muhammad. Disinilah kita diajarkan untuk tidak mengejar jabatan demi mencari nama, popularitas dan terkenal. Namun bila diberi amanah, janganlah pula menolak dan mencari-alasan. Sebagai apapun posisi kita, meski kita ditetapkan hanya sebagai pengantar surat atau pembersih ruangan. Maka tak semestinya kita berharap pujian dan nama kita tercantum sebagai pahlawan. Akan tetapi, satu-satunya harapan hanya kita labuhkan pada sang pemilik jiwa ini. menjadikan kita hamba yang ikhlas dan shalih.
                Prinsipnya “jangan meminta-minta jabatan, namun bila diamanahkan jangan menghindar”.  Karena sudah terlalu banyak orang yang kecewa oleh sebab mencintai dan mengingini sebuah jabatan namun tak kesampaian. Tak perlu berpura untuk menyembunyikan sebuah hasrat. Tak butuh berjuta kata untuk menjadi terkenal. Rasa hormat itu bisa dibuat-buat, tapi kehormatan itu tidak bisa dipalsukan. Bila berjuta manusia mengagumi kita padahal kita adalah sampah, kita tetaplah sampah(Majalah Tarbawi).
*Untukmu Para Punggawa Dakwah FK (Pengurus LDF Asy-Syifaa’ Periode 2011/2012)
Limpok. 15 juni 2011
Dalam heningnya petang yang mendamaikan.

0 Response to "Tak Cuma Semata Terkenal"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel