Menggarap Proyek Kebahagiaan Di Keluarga Kecilku
Wednesday, November 7, 2018
Add Comment
2016 lalu prestasi tertinggi telah kuraih. Telah kutikam
rasa takut, setelah sebelumnya berhadapan dengan rasa takut saja aku takut. Kunikahi
seorang wanita yang kuyakini adalah pendamping yang paling tepat menemani
perjalanan yang tak mungkin mulus. Apalah daya, kusadari betul perjalanan ini memang
mustahil mulus.
Selanjutnya, hari-hari ke depan pasti berat. Bukan berat
biasa, tapi berat yang bertumpuk-tumpuk.
Dokter Juna (bukan nama asli) adalah satu dari beberapa orang
yang amat keras melarang keputusanku menikah di saat-saat studi co-ass belum
lagi rampung. Sehari semalam pesan petuah Dokter Juna tak henti-henti masuk ke
inbox tanpa boleh kurespon sedikitpun.
Baca! Renungkan! Itu saja titahnya.
Kotak inbox penuh berderet dari orang yang sama, Dokter
Juna. Kuanggap ini tanda cinta dari seorang dosen yang khawatir akan kehidupan anaknya. Meski kemudian
makna di balik pesan ini ternyata adalah alarm bencana. Justru cobaan berat itu
menghantam pertama kali datang dari dirinya.
Reaksiku selalu sama seperti biasanya saat acapkali masalah
menghampiri. Kucukupkan dengan sebuah gumam,
“Oh ini, masalah sangat besar yang pertama kali kuhadapi di
awal pernikahanku. Justru datangnya lebih awal dari yang kukira, seminggu
sebelum akad. Datangnya dari orang yang memberi petuah tentang rumitnya
menikah. Tetapi Beliau pula yang andil menyuguhkan kerumitan pertama, cukup dalam,
dan kalang kabut dibuatnya”
Untuk setiap masalahku ingin kuteriakkan; sebesar apapun
dirimu selama kau tak sampai membunuhku, kau bisa kukalahkan! Tersenyum dan
optimis malam gelap pasti berganti mentari cerah. Bukankah pil pahit adalah
obat paling mujarab. Aku harus menelannya.
Kehidupan selanjutnya adalah hari-hari menelan pil pahit.
Selamat menikmati!
0 Response to "Menggarap Proyek Kebahagiaan Di Keluarga Kecilku"
Post a Comment