Menggarap Proyek Kebahagiaan Di Keluarga Kecilku



2016 lalu prestasi tertinggi telah kuraih. Telah kutikam rasa takut, setelah sebelumnya berhadapan dengan rasa takut saja aku takut. Kunikahi seorang wanita yang kuyakini adalah pendamping yang paling tepat menemani perjalanan yang tak mungkin mulus. Apalah daya, kusadari betul perjalanan ini memang mustahil mulus. 

Selanjutnya, hari-hari ke depan pasti berat. Bukan berat biasa, tapi berat yang bertumpuk-tumpuk.

Dokter Juna (bukan nama asli) adalah satu dari beberapa orang yang amat keras melarang keputusanku menikah di saat-saat studi co-ass belum lagi rampung. Sehari semalam pesan petuah Dokter Juna tak henti-henti masuk ke inbox tanpa boleh kurespon sedikitpun.

Baca! Renungkan! Itu saja titahnya.

Kotak inbox penuh berderet dari orang yang sama, Dokter Juna. Kuanggap ini tanda cinta dari seorang dosen  yang khawatir akan kehidupan anaknya. Meski kemudian makna di balik pesan ini ternyata adalah alarm bencana. Justru cobaan berat itu menghantam pertama kali datang dari dirinya.

Reaksiku selalu sama seperti biasanya saat acapkali masalah menghampiri. Kucukupkan dengan sebuah gumam,

“Oh ini, masalah sangat besar yang pertama kali kuhadapi di awal pernikahanku. Justru datangnya lebih awal dari yang kukira, seminggu sebelum akad. Datangnya dari orang yang memberi petuah tentang rumitnya menikah. Tetapi Beliau pula yang andil menyuguhkan kerumitan pertama, cukup dalam, dan kalang kabut dibuatnya”

Untuk setiap masalahku ingin kuteriakkan; sebesar apapun dirimu selama kau tak sampai membunuhku, kau bisa kukalahkan! Tersenyum dan optimis malam gelap pasti berganti mentari cerah. Bukankah pil pahit adalah obat paling mujarab. Aku harus menelannya.

Kehidupan selanjutnya adalah hari-hari menelan pil pahit. 

Selamat menikmati!

0 Response to "Menggarap Proyek Kebahagiaan Di Keluarga Kecilku"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel