Berbahaya! Hati-hati Dengar Ceramah Nikah Muda dari Ustad dan Motivator
Saturday, September 1, 2018
Add Comment
Cepologis.com - Suatu ketika, dalam sebuah pertemuan
organisasi dengan senior kampus, saat hendak mengambil buku tulis dari dalam tas, tanpa sengaja terambil buku bertema pernikahan. Saya tidak sebutkan judulnya,
khawatir nanti dikira promosi. Seorang senior yang dianggap cukup bijaksana
melihat sekilas buku tersebut dan berubahlah air mukanya.
Setelah memilih kata-kata, ia berujar dengan penuh penekanan
yang intinya adalah mempersoalkan antara lemahnya semangat pergerakan mahasiswa
dengan kebiasaan membaca buku-buku mellow bertema pernikahan yang notabene
isinya melulu anjuran menjaga diri dan semangat untuk menikah.
Menurutnya, buku-buku bertema semacam itu haram bagi aktivis
pergerakan. Dapat menurunkan produktifitas dan bisa menyibukkan diri dengan perkara
yang sia-sia.
Senada dengan pandangan senior di atas. Beberapa orang tua
menuding, penyebab anak-anak lajang mereka di usia muda sudah mengutarakan
keinginan menikah dikarenakan buku-buku dan ceramah-ceramah motivasi dari ustad
untuk menikah muda.
Jadi, ini sesuatu yang dianggap salah.
Dalam sebuah acara seminar pra nikah yang diadakan organisasi kampus, pernah ada seorang wanita berdiri, berbicara begitu berapi-api menyudutkan, menyalahkan dan menyematkan kepada pemateri sebagai
dalang bagi lemahnya pergerakan mahasiswa.
Menurut anda tepatkah jalan pikir wanita peserta seminar
tersebut terlepas dari perilaku mengkritik dan menyudutkan di hadapan umum?
Baik, saya ingin menyampaikan perspektif yang berbeda terkait
adakah hubungan sebab akibat antara motivasi untuk menikah dengan
produktifitas.
Saya tidak ingin berbicara dalil naqli di awal-awal. Sebab berbicara
dalil seringkali dianggap tak boleh dibantah dan habis perkara. Saya memulainya
dengan logika sederhana. Pertanyaannya benarkah menikah itu menurunkan
produktifitas?
Justru terbalik. Biasanya mereka yang telah menikah, akan
sibuk menelurkan karya. Memberikan yang terbaik dan selalu ingin membuat bangga
pasangan hidupnya. Benar tidak?
Produktifitas itu lahannya beda-beda. Ada yang produknya
karya tulis, ada juga produk sosial kemasyarakatan, ada kreatifitas konten, dan
ada beragam lainnya sesuai dengan profesi dan minat masing-masing orang. Mari luaskan
pandangan. Setiap orang berkarya ditempat yang berbeda.
Menganggap menurunnya produktifitas karya disebabkan oleh banyak
membaca buku-buku bertema pernikahan adalah salah besar, pun juga tidak
berdasar.
Omong-omong setelah sang senior menegur saya karena membaca buku
bertema pernikahan, esok harinya semua buku bertema pernikahan saya bakar. Wahh,
sayang banget ya.
Lalu, apa yang terjadi? Tidak terjadi apa-apa. Bahkan ada
atau tidaknya buku-buku tersebut tidak menambah atau mengurangi semangat saya
dalam berorganisasi di kampus.
Meski bukunya hangus, saya masih sangat mengingat persis
sedikit banyaknya isi dari buku-buku tersebut. Bukan apa-apa, itu bacaan saat
saya masih duduk di bangku SMP. Kebetulan sepulang sekolah saya berkerja di toko
buku. Jadi saya bebas melahap semua buku-buku yang ada, termasuk buku bertema
pernikahan yang cukup membekas di benak.
Harusnya saya sudah mellow dan tidak produktif sejak dulu. Tapi
nyatanya, tidak begitu. Silahkan di cek masa lalu saya. Teman dan guru-guru
mengenal saya sebagai pribadi yang penuh gairah dan produktif baik di bidang
akademis maupun organisasi kemasyarakatan. Bukannya sombong ya. Yah, hanya sedikit
angkuh. Hehe.
Lantas anda bertanya-tanya. Mengapa sampai sekarang saya
belum lulus-lulus profesi. Dan apalagi transkip nilai S1 saya dipenuhi rantai
carbon (C), Hehe. Anda pasti berpikir, meski tidak mengucapkan, tapi tetap muncul
di benak bahwa inilah akibat dari keputusan menikah muda apalagi dengan calon
istri yang juga masih kuliah.
Anda salah BESAR!
Saya ingin membahas khusus, penuh kejujuran, dan menyeluruh antara
hubungan menikah dengan prestasi kuliah yang biasa diukur dengan IPK. Tapi
bukan di sini. Lain kesempatan.
Berbahayakah Ceramah atau Motivasi Menikah Muda?
Yang jelas-jelas berbahaya itu adalah ajakan menjalin hubungan
antara lawan jenis tanpa ikatan yang halal. Sampai di sini kita harus sama-sama
bersepakat. Bila tidak, anda berada di bacaan yang salah. Sebab basis tulisan
ini berangkat dari hal itu. Saya tidak akan berpanjang kali lebar kali luas
kali tinggi mengurai dalil haramnya hubungan tanpa “status” serta dampak
negatifnya.
Coba anda pikirkan sejenak. Solusi jitu apa yang dapat
menghapus kebiasaan pacaran yang telah menjadi lumrah pada kebanyakan anak muda
zaman ini?
Cukupkah dengan anjuran berpuasa?
Ya, tidak cukup. Tahukah anda, solusi berpuasa itu
disabdakan oleh Nabi Muhammad dalam haditsnya pada urutan ke dua. Yang pertama adalah menikah. Ingat
sekali lagi, solusi pertama dan utama dari Nabi adalah menikah. Bila belum
mampu, berusahalah untuk mampu. Sembari berusaha, berpuasalah.
Mengapa saya begitu menekankan hal ini. Sebab ada beberapa
orang yang mengatakan solusi yang harus digencarkan adalah puasa saja, sembari
menyalahkan para motivator penganjur menikah muda. Ini tidak tepat.
Anda harus memahamai anatomi nafsu. Dan betapa berbahaya letupannya itu. Maka obat paling jitu adalah menikah. Namun kita paham, menikah
tidak semudah membalik telapak tangan. Oleh karena itu berikanlah semangat dan
jalan kepada kaum muda untuk mempersiapkannya.
Saat ada yang bertanya, jadi saya harus berpuasa setiap hari
mengingat tiada hari tanpa memikirkannya? Anda mau jawab apa. Siapa yang
sanggup. Puasa rutin senin kamis saja beratnya bukan main.
Jadi tujuan dan solusi utamanyanya adalah menikah. Puasa hanyalah
upaya sementara membentengi diri selama mempersiapkan diri untuk menikah. Bila tak
kuasa berpuasa menahan lapar dan haus setiap hari. Makan dan minumlah. Tapi anda
harus “puasa” dari hal-hal yang diharamkan setiap harinya. Semangatnya adalah
menuju pernikahan.
Kalau disuruh puasa-puasa saja dan itu dilakukan entah
sampai kapan, tanpa motivasi untuk menghalalkan. Bagaikan dalam sebuah
perjalanan. Sudah jelas tempat yang dituju ada, tapi gak tau rute dan jaraknya seberapa
jauh, dan gak tau kapan akan sampai.
Kira-kira anda sanggup bertahan melakukan perjalanan itu? Saya
sih enggak sanggup.
Meski begitu, ada yang perlu dikoreksi dari para motivator
pernikahan sejauh ini. Yaitu rintangan-rintangan yang tidak mudah dan diluar dugaan setelah
menikah perlu disampaikan secara utuh. Agar mereka yang bersemangat menikah
tidak sekedar panas-panas tanpa persiapan mental yang matang menghadapinya. Ini
jadi tanggung jawab besar bagi seorang motivator.
Saya pun merasakan demikian. Namun, jauh sebelum saya menikah,
saya sudah membayangkan berada pada titik paling menyedihkan dari konsekuensi
sebuah pilihan menikah. Jadi, saat rintangan berat itu benar-benar terjadi,
mental telah siap dan saya sanggup melewatinya.
Nah, rintangan berat apa yang saya hadapi setelah menikah? Dilain
waktu saya akan berbagi. Itupun hanya untuk anda yang butuh sebagai refleksi
dan pelajaran.
Jadi ayah bunda, para orang tua, jangan khawatir anak
lajangnya meminta menikah muda. Justru ayah bunda harus menanamkan semangat
menjaga diri dan mempersiapkan diri mereka sedini mungkin terkait segala hal yang dibutuhkan menuju
pernikahan.
0 Response to "Berbahaya! Hati-hati Dengar Ceramah Nikah Muda dari Ustad dan Motivator"
Post a Comment