Berbahaya! Hati-hati Dengar Ceramah Nikah Muda dari Ustad dan Motivator



Cepologis.com - Suatu ketika, dalam sebuah pertemuan organisasi dengan senior kampus, saat hendak mengambil buku tulis dari dalam tas, tanpa sengaja terambil buku bertema pernikahan. Saya tidak sebutkan judulnya, khawatir nanti dikira promosi. Seorang senior yang dianggap cukup bijaksana melihat sekilas buku tersebut dan berubahlah air mukanya.

Setelah memilih kata-kata, ia berujar dengan penuh penekanan yang intinya adalah mempersoalkan antara lemahnya semangat pergerakan mahasiswa dengan kebiasaan membaca buku-buku mellow bertema pernikahan yang notabene isinya melulu anjuran menjaga diri dan semangat untuk menikah.

Menurutnya, buku-buku bertema semacam itu haram bagi aktivis pergerakan. Dapat menurunkan produktifitas dan bisa menyibukkan diri dengan perkara yang sia-sia.

Senada dengan pandangan senior di atas. Beberapa orang tua menuding, penyebab anak-anak lajang mereka di usia muda sudah mengutarakan keinginan menikah dikarenakan buku-buku dan ceramah-ceramah motivasi dari ustad untuk menikah muda.

Jadi, ini sesuatu yang dianggap salah.

Dalam sebuah acara seminar pra nikah yang diadakan organisasi kampus, pernah ada seorang wanita berdiri, berbicara begitu berapi-api menyudutkan, menyalahkan dan menyematkan kepada pemateri sebagai dalang bagi lemahnya pergerakan mahasiswa.

Menurut anda tepatkah jalan pikir wanita peserta seminar tersebut terlepas dari perilaku mengkritik dan menyudutkan di hadapan umum?

Baik, saya ingin menyampaikan perspektif yang berbeda terkait adakah hubungan sebab akibat antara motivasi untuk menikah dengan produktifitas.

Saya tidak ingin berbicara dalil naqli di awal-awal. Sebab berbicara dalil seringkali dianggap tak boleh dibantah dan habis perkara. Saya memulainya dengan logika sederhana. Pertanyaannya benarkah menikah itu menurunkan produktifitas?

Justru terbalik. Biasanya mereka yang telah menikah, akan sibuk menelurkan karya. Memberikan yang terbaik dan selalu ingin membuat bangga pasangan hidupnya. Benar tidak?

Produktifitas itu lahannya beda-beda. Ada yang produknya karya tulis, ada juga produk sosial kemasyarakatan, ada kreatifitas konten, dan ada beragam lainnya sesuai dengan profesi dan minat masing-masing orang. Mari luaskan pandangan. Setiap orang berkarya ditempat yang berbeda.

Menganggap menurunnya produktifitas karya disebabkan oleh banyak membaca buku-buku bertema pernikahan adalah salah besar, pun juga tidak berdasar.

Omong-omong setelah sang senior menegur saya karena membaca buku bertema pernikahan, esok harinya semua buku bertema pernikahan saya bakar. Wahh, sayang banget ya.

Lalu, apa yang terjadi? Tidak terjadi apa-apa. Bahkan ada atau tidaknya buku-buku tersebut tidak menambah atau mengurangi semangat saya dalam berorganisasi di kampus.

Meski bukunya hangus, saya masih sangat mengingat persis sedikit banyaknya isi dari buku-buku tersebut. Bukan apa-apa, itu bacaan saat saya masih duduk di bangku SMP. Kebetulan sepulang sekolah saya berkerja di toko buku. Jadi saya bebas melahap semua buku-buku yang ada, termasuk buku bertema pernikahan yang cukup membekas di benak.

Harusnya saya sudah mellow dan tidak produktif sejak dulu. Tapi nyatanya, tidak begitu. Silahkan di cek masa lalu saya. Teman dan guru-guru mengenal saya sebagai pribadi yang penuh gairah dan produktif baik di bidang akademis maupun organisasi kemasyarakatan. Bukannya sombong ya. Yah, hanya sedikit angkuh. Hehe.

Lantas anda bertanya-tanya. Mengapa sampai sekarang saya belum lulus-lulus profesi. Dan apalagi transkip nilai S1 saya dipenuhi rantai carbon (C), Hehe. Anda pasti berpikir, meski tidak mengucapkan, tapi tetap muncul di benak bahwa inilah akibat dari keputusan menikah muda apalagi dengan calon istri yang juga masih kuliah.
    
Anda salah BESAR!

Saya ingin membahas khusus, penuh kejujuran, dan menyeluruh antara hubungan menikah dengan prestasi kuliah yang biasa diukur dengan IPK. Tapi bukan di sini. Lain kesempatan.     

Berbahayakah  Ceramah atau Motivasi Menikah Muda?


Yang jelas-jelas berbahaya itu adalah ajakan menjalin hubungan antara lawan jenis tanpa ikatan yang halal. Sampai di sini kita harus sama-sama bersepakat. Bila tidak, anda berada di bacaan yang salah. Sebab basis tulisan ini berangkat dari hal itu. Saya tidak akan berpanjang kali lebar kali luas kali tinggi mengurai dalil haramnya hubungan tanpa “status” serta dampak negatifnya.

Coba anda pikirkan sejenak. Solusi jitu apa yang dapat menghapus kebiasaan pacaran yang telah menjadi lumrah pada kebanyakan anak muda zaman ini?

Cukupkah dengan anjuran berpuasa?

Ya, tidak cukup. Tahukah anda, solusi berpuasa itu disabdakan oleh Nabi Muhammad dalam haditsnya pada urutan ke dua. Yang pertama adalah menikah. Ingat sekali lagi, solusi pertama dan utama dari Nabi adalah menikah. Bila belum mampu, berusahalah untuk mampu. Sembari berusaha, berpuasalah.

Mengapa saya begitu menekankan hal ini. Sebab ada beberapa orang yang mengatakan solusi yang harus digencarkan adalah puasa saja, sembari menyalahkan para motivator penganjur menikah muda. Ini tidak tepat.

Anda harus memahamai anatomi nafsu. Dan betapa berbahaya letupannya itu. Maka obat paling jitu adalah menikah. Namun kita paham, menikah tidak semudah membalik telapak tangan. Oleh karena itu berikanlah semangat dan jalan kepada kaum muda untuk mempersiapkannya.

Saat ada yang bertanya, jadi saya harus berpuasa setiap hari mengingat tiada hari tanpa memikirkannya? Anda mau jawab apa. Siapa yang sanggup. Puasa rutin senin kamis saja beratnya bukan main.

Jadi tujuan dan solusi utamanyanya adalah menikah. Puasa hanyalah upaya sementara membentengi diri selama mempersiapkan diri untuk menikah. Bila tak kuasa berpuasa menahan lapar dan haus setiap hari. Makan dan minumlah. Tapi anda harus “puasa” dari hal-hal yang diharamkan setiap harinya. Semangatnya adalah menuju pernikahan.

Kalau disuruh puasa-puasa saja dan itu dilakukan entah sampai kapan, tanpa motivasi untuk menghalalkan. Bagaikan dalam sebuah perjalanan. Sudah jelas tempat yang dituju ada, tapi gak tau rute dan jaraknya seberapa jauh, dan gak tau kapan akan sampai.

Kira-kira anda sanggup bertahan melakukan perjalanan itu? Saya sih enggak sanggup.

Meski begitu, ada yang perlu dikoreksi dari para motivator pernikahan sejauh ini. Yaitu rintangan-rintangan yang tidak mudah dan diluar dugaan setelah menikah perlu disampaikan secara utuh. Agar mereka yang bersemangat menikah tidak sekedar panas-panas tanpa persiapan mental yang matang menghadapinya. Ini jadi tanggung jawab besar bagi seorang motivator.

Saya pun merasakan demikian. Namun, jauh sebelum saya menikah, saya sudah membayangkan berada pada titik paling menyedihkan dari konsekuensi sebuah pilihan menikah. Jadi, saat rintangan berat itu benar-benar terjadi, mental telah siap dan saya sanggup melewatinya.  

Nah, rintangan berat apa yang saya hadapi setelah menikah? Dilain waktu saya akan berbagi. Itupun hanya untuk anda yang butuh sebagai refleksi dan pelajaran.

Jadi ayah bunda, para orang tua, jangan khawatir anak lajangnya meminta menikah muda. Justru ayah bunda harus menanamkan semangat menjaga diri dan mempersiapkan diri mereka sedini mungkin terkait segala hal yang dibutuhkan menuju pernikahan.     

0 Response to "Berbahaya! Hati-hati Dengar Ceramah Nikah Muda dari Ustad dan Motivator"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel