Menikah Karena Cinta atau Mencintai Karena Menikah, Pilih Yang Mana? (1)



Cinta dan pernikahan sulit dipisahkan. Kemanapun kau bawa cinta, muara indahnya adalah sejuknya pernikahan. Bila cinta tak bertemu di pelaminan, bagai kapal karam di lautan.

Tak selamanya cinta bertemu di pelaminan. Mari kita memaknai dan mendudukan rasa cinta.

Defenisi cinta memang beragam, setiap orang pasti memiliki pemaknaan masing-masing. Sebab itu maka cinta bila diurai panjang lebar kita takkan menemui ujungnya. Tinta akan habis, jari akan lelah dan jiwa terus menerus gundah.

Meski begitu, dalam hal ini baiknya kita satukan persepsi tentang cinta. Cinta adalah sebuah ketertarikan yang muncul antara dua orang lawan jenis dan bisa pula disertai keinginan untuk memilikinya. Seharusnya cinta akan berakhir dan dipersatukan di pelaminan.

Salahkah menikah karena cinta?


Tidak salah. Bisa kita pastikan tak ada satu dalil keharaman menikah atas dasar cinta. Yang justru kita temui adalah anjuran Nabi pada pasangan sebelum menikah untuk berta’aruf dan melihat adakah sesuatu yang dapat menimbulkan ketertarikan dan rasa cinta yang kelak dapat mengekalkan biduk rumah tangga.

Yang salah adalah ekspresi cinta sebelum akad. Dimana muda-mudi saling mengungkapkan rasa cinta tanpa ikatan dalam hubungan haram bernama pacaran.

Lalu pada sisi yang lain ada muda-mudi yang saling mencintai sedangkan tak melakukan hubungan dan komunikasi apapun, tetapi jiwanya rusak karena kerap memikirkan orang yang dicintainya. Menurunkan produktifitas dan mengganggu aktifitas baik ibadah murni maupun ibadah sosial. Ekspresi cinta yang begini, meski tak separah pacaran, terang saja tetap salah.

Cinta, yang terjadi kepada wanita cantik secara tak sengaja , atau tertarik kepadanya tanpa sengaja dan tanpa tujuan tertentu adalah boleh, tutur Ibnul Qayyim Al Jauzi dalam kitabnya Ad-Da’ wa Ad-Dawa’. Hatinya menjadi terkenang kepadanya namun tidak terjerumus kepada maksiat. Yang seperti ini tidak dihukum. Namun perlu dipastikan bahwa ia harus bersih hati dan sabar menghadapi cobaan.

Allah akan mengokohkan keimanannya dan tentu akan digantikan dengan sesuatu yang jauh lebih baik lagi atas kesabarannya menghadapi hawa nafsu dan lebih mengutamakan keridhaan Allah. Tidak cenderung kepadanya, mengingat-ngingatnya hingga seolah nyala semangat hanya saat melihat atau membayangkannya.

Justru bila kita mendapati ada pasangan yang berencana menikah, lalu salah satu diantara keduanya tidak menyimpan rasa cinta, bahkan ia merasa cintanya tengah tersandera karena ia sesungguhnya tengah mencintai orang lain, maka sebelum segalanya terjadi, hentikanlah!

Muawiyah membeli seorang budak wanita dan ia amat mengaguminya. Pada suatu hari ia mendengar gadis itu bersenandung beberapa syair:

Aku berpisah dengannya,

Bagaikan ranting dahan yang patah,
Tersungkur di bumi.
Daku terpaksa;
Dipaksa oleh seorang yang bercinta.  

Muawiyah menanyai gadis ini. Ia menjawab bahwa ia mencintai tuannya terdahulu. Muawiyah mengembalikannya kepada tuannya, tapi hati Muawiyah tetap masih terkesan olehnya. 

Duhai agungnya kegagahan orang yang menyatukan para pecinta. Biar hati terburai sedih, asalkan tak memaksa. Sebab cinta tak bisa dipaksakan. Berikan hak kepada orang yang kita cintai untuk bersatu dengan orang yang dicintainya. ( baca: Berhentilah Menginginkan Dia Yang Tidak Mencintaimu )

Abu Bakar, sahabat Nabi, di suatu hari berjalan melewati seorang gadis yang tengah bersenandung syair cinta pada kekasihnya. Irama hatinya syahdu berdendang:

Aku jatuh cinta kepadanya
Sebelum jimat-jimat terputus
Condong dan berayun
Bagaikan batang halus

Mendengar itu Abu Bakar bertanya, “apakah kau budak atau merdeka? Dan siapa sebenarnya lelaki yang engkau cinta?” Gadis itu menjawab malu-malu dan berkelit, “Saya budak. Saya bermain cinta dengan hatinya. Rasanya seperti terbunuh karena kecintaaan pada pemuda bernama Muhammad Ibn Qasim.”

Melihat akhlaknya yang mulia dan demi menjaga kesucian cinta, Abu Bakar akhirnya membeli budak tersebut dari tuannya lalu diantarkan pada Muhammad AIbn Qasim Ibn Ja’far Ibn Abi Thalib, seraya berujar “ Wanita ini menarik, pasti banyak laki-laki tergoda olehnya. Beberapa pria terbuai olehnya. Mungkin lelaki taat pun terpikat olehnya.”

Kita simak kisah lain  dari seorang gadis  yang datang kepada Utsman r.a dan berujar pilu, “ Ya Amirul Mukminin, saya sedang jatuh cinta kepada seseorang. Tetapi saya tidak mampu berbuat apa-apa.”

Utsman yang berhati lembut membawa sang gadis kehadapan lelaki yang disebutkan dan tuannya. Ia berkata, “Berikan gadis budak itu kepada keponakanmu, wahai laki-laki Anshar! Atau perlukah aku membeli dengan uangku?” Laki-laki Anshar itu berkata, “Saksikanlah wahai Amirul Mukminin, saya akan memberikan kepada keponakanku.”

Jadi, sepertinya tidak perlu disimpulkan bukan? Semoga telah tuntas kabut keraguan akan bolehnya alasan menikah karena cinta.

Bersambung…

0 Response to "Menikah Karena Cinta atau Mencintai Karena Menikah, Pilih Yang Mana? (1)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel