Menikah Karena Cinta atau Mencintai Karena Menikah, Pilih Yang Mana? (1)
Tuesday, March 27, 2018
Add Comment
Cinta dan pernikahan sulit dipisahkan. Kemanapun kau bawa
cinta, muara indahnya adalah sejuknya pernikahan. Bila cinta tak bertemu di
pelaminan, bagai kapal karam di lautan.
Tak selamanya cinta bertemu di pelaminan. Mari kita memaknai
dan mendudukan rasa cinta.
Defenisi cinta memang beragam, setiap orang pasti memiliki
pemaknaan masing-masing. Sebab itu maka cinta bila diurai panjang lebar kita
takkan menemui ujungnya. Tinta akan habis, jari akan lelah dan jiwa terus
menerus gundah.
Meski begitu, dalam hal ini baiknya kita satukan persepsi
tentang cinta. Cinta adalah sebuah ketertarikan yang muncul antara dua orang
lawan jenis dan bisa pula disertai keinginan untuk memilikinya. Seharusnya cinta
akan berakhir dan dipersatukan di pelaminan.
Salahkah menikah karena cinta?
Tidak salah. Bisa kita pastikan tak ada satu dalil keharaman menikah atas dasar cinta. Yang justru kita temui adalah anjuran Nabi pada pasangan sebelum menikah untuk berta’aruf dan melihat adakah sesuatu yang dapat menimbulkan ketertarikan dan rasa cinta yang kelak dapat mengekalkan biduk rumah tangga.
Yang salah adalah ekspresi cinta sebelum akad. Dimana
muda-mudi saling mengungkapkan rasa cinta tanpa ikatan dalam hubungan haram
bernama pacaran.
Lalu pada sisi yang lain ada muda-mudi yang saling mencintai
sedangkan tak melakukan hubungan dan komunikasi apapun, tetapi jiwanya rusak karena
kerap memikirkan orang yang dicintainya. Menurunkan produktifitas dan
mengganggu aktifitas baik ibadah murni maupun ibadah sosial. Ekspresi cinta
yang begini, meski tak separah pacaran, terang saja tetap salah.
Cinta, yang terjadi kepada wanita cantik secara tak sengaja
, atau tertarik kepadanya tanpa sengaja dan tanpa tujuan tertentu adalah boleh,
tutur Ibnul Qayyim Al Jauzi dalam kitabnya Ad-Da’
wa Ad-Dawa’. Hatinya menjadi terkenang kepadanya namun tidak terjerumus
kepada maksiat. Yang seperti ini tidak dihukum. Namun perlu dipastikan bahwa ia
harus bersih hati dan sabar menghadapi cobaan.
Allah akan mengokohkan keimanannya dan tentu akan digantikan dengan sesuatu yang jauh lebih baik lagi atas kesabarannya menghadapi hawa nafsu dan lebih mengutamakan keridhaan Allah. Tidak cenderung kepadanya, mengingat-ngingatnya hingga seolah nyala semangat hanya saat melihat atau membayangkannya.
Justru bila kita
mendapati ada pasangan yang berencana menikah, lalu salah satu diantara
keduanya tidak menyimpan rasa cinta, bahkan ia merasa cintanya tengah
tersandera karena ia sesungguhnya tengah mencintai orang lain, maka sebelum
segalanya terjadi, hentikanlah!
Muawiyah membeli seorang budak wanita dan ia amat
mengaguminya. Pada suatu hari ia mendengar gadis itu bersenandung beberapa
syair:
Aku berpisah dengannya,
Bagaikan ranting dahan yang patah,
Tersungkur di bumi.
Daku terpaksa;
Dipaksa oleh seorang yang bercinta.
Aku berpisah dengannya,
Bagaikan ranting dahan yang patah,
Tersungkur di bumi.
Daku terpaksa;
Dipaksa oleh seorang yang bercinta.
Muawiyah menanyai gadis ini. Ia menjawab bahwa ia mencintai tuannya terdahulu. Muawiyah mengembalikannya kepada tuannya, tapi hati Muawiyah tetap masih terkesan olehnya.
Duhai agungnya kegagahan orang yang menyatukan para pecinta. Biar hati terburai sedih, asalkan tak memaksa. Sebab cinta tak bisa dipaksakan. Berikan hak kepada orang yang kita cintai untuk bersatu dengan orang yang dicintainya. ( baca: Berhentilah Menginginkan Dia Yang Tidak Mencintaimu )
Abu Bakar, sahabat Nabi, di suatu hari berjalan melewati
seorang gadis yang tengah bersenandung syair cinta pada kekasihnya. Irama hatinya
syahdu berdendang:
Aku jatuh cinta kepadanya
Sebelum jimat-jimat terputus
Condong dan berayun
Bagaikan batang halus
Aku jatuh cinta kepadanya
Sebelum jimat-jimat terputus
Condong dan berayun
Bagaikan batang halus
Mendengar itu Abu Bakar bertanya, “apakah kau budak atau merdeka? Dan siapa sebenarnya lelaki yang engkau cinta?” Gadis itu menjawab malu-malu dan berkelit, “Saya budak. Saya bermain cinta dengan hatinya. Rasanya seperti terbunuh karena kecintaaan pada pemuda bernama Muhammad Ibn Qasim.”
Melihat akhlaknya yang mulia dan demi menjaga kesucian
cinta, Abu Bakar akhirnya membeli budak tersebut dari tuannya lalu diantarkan
pada Muhammad AIbn Qasim Ibn Ja’far Ibn Abi Thalib, seraya berujar “ Wanita ini
menarik, pasti banyak laki-laki tergoda olehnya. Beberapa pria terbuai olehnya.
Mungkin lelaki taat pun terpikat olehnya.”
Kita simak kisah lain
dari seorang gadis yang datang kepada
Utsman r.a dan berujar pilu, “ Ya Amirul Mukminin, saya sedang jatuh cinta
kepada seseorang. Tetapi saya tidak mampu berbuat apa-apa.”
Utsman yang berhati lembut membawa sang gadis kehadapan
lelaki yang disebutkan dan tuannya. Ia berkata, “Berikan gadis budak itu kepada
keponakanmu, wahai laki-laki Anshar! Atau perlukah aku membeli dengan uangku?” Laki-laki
Anshar itu berkata, “Saksikanlah wahai Amirul Mukminin, saya akan memberikan
kepada keponakanku.”
Jadi, sepertinya tidak perlu disimpulkan bukan? Semoga telah
tuntas kabut keraguan akan bolehnya alasan menikah karena cinta.
Bersambung…
0 Response to "Menikah Karena Cinta atau Mencintai Karena Menikah, Pilih Yang Mana? (1)"
Post a Comment