Sampai Kapan Subulussalam Banjir Tuak?
Monday, February 8, 2016
Add Comment
Cepologis.com - Banjir Tuak (baca: minuman keras) di Kota Subulussalam memang tidak sampai merenggut nyawa. Setidaknya belum pernah tersiar kabar kematian akibat minum tuak. Tapi, efek dari bajir tuak ini adalah kematian cahaya semangat dan berprestasi. Tidak ada kehilangan yang paling memilukan selain dari kehilangan semangat dan motivasi.
Prestasi dan kesuksesan itu sangat
tergantung dengan semangat. Dalam hal ini semangat bisa juga disebut harapan. Masyarakat
Subulussalam lama kelamaan akan kehilangan semangat dan harapan. Jika sudah hilang
semangat, lalu apa lagi yang bisa dilakukan untuk menorehkan karya untuk
negeri.
Tuak beserta sekawanannya seperti
judi, togel, narkoba, miras, dan rokok termasuk kedalam Pekat (Penyakit
Masyarakat). Tampaknya tuak dan kawan-kawan kini telah menjadi perkasa. Ia layaknya
akar dari sebuah pohon yang kokoh. Serabut akarnya menyebar ke mana-mana. Ke seluruh
penjuru. Ke semua kalangan tanpa mengenal usia dan profesi. Tuak jadi semacam hegemoni kekuasaan yang menggerogoti bawah tanah. Satu waktu jika saatnya tiba, tanah
akan ambruk, saat itu Subulussalam hanya akan menjadi kota tak ramah bagi
dunia. Mimpi Subulussalam bangkit dan menjadi kota dunia akan pupus disapu
banjir tuak dan kawan-kawan.
Kita tidak ingin itu terjadi, bukan?
Berasa gatal tangan ini ingin
mengurai mengapa tuak merusak segalanya. Begini, saat kita bergantung pada candu
yang terkandung di dalamnya, maka fikiran kita akan disibukkan dengan itu-itu saja.
Lalu kita akan jadi malas berbuat sesuatu. Kita akan malas bekerja, malas
belajar, malas berkreasi dan berinovasi. Bayangkan jika ini menjangkiti jiwa
pemuda Kota Subulussalam. Lalu apa lagi yang akan diharapkan?
Saya berani mengantakan, bahwa banjir
tuak dan sekawanannya akan menyapu habis kreatifitas pemuda. Padahal ciri
pemuda adalah kreatif, inovatif dan dipenuhi dengan semangat membuncah.
Saya tak punya data pemakai tuak dan
sekawanannya. Tapi desas-desus mengabarkan masih sangat marak dijual tuak dan
sekawanannya di warung-warung kecil hampir di seluruh kecamatan. Saya mendengar
pengakuan dari mereka para pengguna. Siapapun wajib percaya ini.
Pemerintah harus bergerak menyelamatkan.
Yang dibutuhkan bukan hanya gerak represif menutup warung-warung yang kadang dalam operasi kepolisiannya sudah bocor duluan. Tapi lebih penting dari itu adalah
pembinaan mental masyarakatnya. Ini yang terasa kurang. Para pemuda harusnya
diberikan wadah untuk berkreasi dan berinovasi. Berikan reward kepada mereka
yang telah mampu meninggalkan kubangan Pekat. Ajaklah semua organisasi dan
kepemudaan untuk berembuk membicarakan strategi dan cara yang tepat untuk
menyelesaikannya.
Para orang tua jangan tinggal diam. Ini
juga tanggungjawab besar para orang tua.
Wal hasil kita akan mampu menciptakan
suasana yang kondusif untuk masyarakat tanpa Pekat hingga ke anak cucu kita
nanti.
0 Response to "Sampai Kapan Subulussalam Banjir Tuak?"
Post a Comment