Kalak Subulussalam Di Mata Orang Luar
Tuesday, December 29, 2015
2 Comments
Cepologis.com – “Orang mana kamu, Dik?” Tanya seorang dosen
dengan sorot mata tajam kepada mahasiswanya. Sang dosen mendengar dialek yang khas saat mahasiswanya bicara.
“Orang Subulussalam, Pak,” Pelan-pelan dijawabnya.
“Orang Batak ya!? Kamu Kristen?” Mahasiswa terhenyak.
“Bukan, Pak. Saya suku Pak-pak dan saya Islam.” wajahnya berkerut dengan alis yang beradu
Percakapan itu benar adanya. Percakapan yang menyisakan
ruang luka pada hati mahasiswa yang berasal dari Subulussalam. Bukan satu dua
orang yang merasakan ini di negeri perantauan. Ini suara hati hampir seluruh
pelajar mahasiswa di perantauan.
Seperti itulah, bagaimana perjuangan orang Subulussalam mempertahankan
jati diri di bawah atmosfer Aceh. Meskipun Subulussalam masuk ke dalam provinsi Aceh, Subulussalam tidak berbahasa Aceh. Yah, jika dilihat pada data statistik, tentu
saja suku Pak pak/Boang yang mayoritas mendiami Kota Subulussalam tetap disebut
sebagai suku yang berbahasa Aceh.
Cita rasa bahasa dan dialek suku Pak pak yang keras dan
menghentak-hentak memang 180 derajat berbeda dengan suku Aceh. Begitulah adanya.
Sebab ianya lebih mirip dengan suku Batak, suku yang banyak mendiami wilayah Sumatera
Utara. dalam hal ini tak ada sesiapa yang bisa menolak. Dari asal-muasal dan
silsilahnya memanglah betul bahwa suku Pak pak masih bertali kait dengan suku Batak.
Jamak pula disebut sebagai batak Pak pak. Ada pula sebuah wilayah di Sumatera
Utara bernama Pak pak Barat.
Benarlah adanya sebuah keterkaitan antara Pak pak dan Batak,
namun sebagian orang ada yang masih merasa risih bila Pak pak disebut Batak. Bahkan
suku Boang (kampong) yang tipis sekali perbedaan antara dialek saja tak ingin
disamakan dengan suku Pak pak. Betapa kayanya bahasa yang ada di Nusantara.
Masyarakat Subulussalam sangat hangat menyambut siapapun
yang berkunjung atau yang hendak menetap di kota. Kehangatan itu bukan sekedar
basa-basi. Ini terbukti dari hidup berdampingan yang rukun antara penduduk
setempat yang mayoritas adalah suku Pak-pak, Boang (Kampong) dan Anak jame
dengan suku-suku yang berdatangan dari luar Subulussalam.
Perlu kerja keras mengenalkan Subulussalam berserta seluruh
identitas yang ada didalamnya pada dunia. agar mereka tau, sebuah kota yang berada
di perbatasan ini layak dipertimbangkan dan menjadi salah satu kota bersinar di
dunia. Bahwa dibalik kerasnya cita rasa dialek terdapat kenyamanan bagi
siapapun yang ingin berada didalamnya.
Para pelajar mahasiswa dari Kota Subulussalam harus
berprestasi. Bawa dan harumkan selalu nama baik dengan tingkah polah dan tindak
tanduk yang baik. Organisasi-organisasi kepemudaan harus bangkit dan berjalan. Bebaskan
dari kepentingan materialistis dan kepentingan peribadi.
Para pengusaha dan elemen pemerintahan bahu membahu dalam
menciptakan prestasi dan keunggulan-keunggulan diberbagai bidang. Hilangkan sentimen
peribadi dan kelompok. Jauhkan dari sifat tamak dan korupsi. Pergunakan anggaran
pemerintah untuk setinggi-tingginya kesejahteraan masyarakat.
Ini berat, memang berat. Maka menunjukkan perwajahan Kota Subulussalam
yang baik di mata orang luar harus dilakukan bersama-sama. Namun, bagaimanapun
kita memulainya dari diri sendiri.
Semoga saat disebut Kota Subulussalam orang tidak hanya
teringat pada sekedar dialek bahasa yang menghentak-hentak. Saat disebut
subulussalam orang tidak lagi teringat dengan daerah terbelakang, tidak prestatif,
bodoh, tidak kreatif dan miskin.
Subulussalam bisa bangkit!
Ayo Pemuda!
Terimakasih utk artikelnya, isinya betul-betul terjadi..
ReplyDeleteWah, pengalaman ya? Hi hi
Delete