Tragedi Es Longan
Sunday, October 26, 2014
Add Comment
Matahari tengah
merekah berpendar pagi ini. Hangatnya bukan hanya mengelus lembut bunga kamboja
di sepanjang trotoar jalan kampus Unsyiah tapi juga menyentuh lembut kulitku
yang segar setelah diguyur air mandi pagi.
Hari ini baju
putih sejenis jubah itu menemukan pemiliknya lagi. Sejak sebulan yang lalu
menghepaskan napas lega saat liburan kini sudah saatnya bergumul dengan baju jubah
putih praktikum, seperangkat alat kedokteran gigi dan sambutan senyum dokter
yang sulit diterjemah. O ya, satu lagi, serta sejumput harapan hari ini
bernasib baik.
Telat satu detik
saja masuk ke dalam ruang praktikum yang statusnya masih menumpang di jurusan
tetangga sebelah, dikau akan menyesal seumur hidup. Blok periodonsia kali ini
membuat semua mahasiswa megap-megap. Sulit bernafas normal. Tak terkecuali aku.
Perkuliahan dimulai.
Semua instruktur yang merupakan dokter pembimbing suudah berada di depan
ruangan. Hari ini nasib baik, sepertinya. Tidak ada satupun yang telat hadir. Sms
berantai yang disebarkan komting semalam berjalan mulus. Sekarang mood para
instruktur sedang berada di garis normal. Tapi entahlah beberapa menit ke depan
apakah suasana good mood masih bisa dipertahankan. Atau akan terjadi tragedi
kapal pecah. He he.
“Cecep!”
tiba-tiba salah seorang dokter istruktur menyebut namaku.
Entahlah, dia
sedang memanggil namaku atau berseru menyentak karena ada yang salah dari
sikapku. Sudah kubilang, para instruktur ini sulit diterjemah suasana hatinya.
“Saya dokter,” kusahut
saja secepatnya.
Salah apa daku
kali ini. Apakah karena aku lupa baca al-matsurat atau shalat subuh tak berjamaah pagi tadi. Nada-nadanya
seperti akan ada hal yang tak beres terjadi. Ya tuhan…
Demi menuruti panggilan
gerakan telapak tangan instruktur yang terlihat bagai titah tuan raja, segera
kuhampiri dengan tubuh sekonyong-konyong dan terasa retak berkeping-keping.
Masyhur sekali
di seantero kampus tentang sosok dosen satu ini. Sesiapa yang takut menantang
maut, jangan coba-coba bersitatap apalagi bermasalah. Kau mengerti maksudku
kawan?
Dalam pada itu. Suasana
hatiku tengah kacau balau. Aku mencium aroma kematian. Dihadapanku dosen
berinisial AR, eh bukan sebut saja Mila berkomat-kamit memberi titah. Ya rabbi,
aku tidak bisa fokus mendengar apa yang dimintanya. Namun coba kusimpulkan saja
ya. Maklum dalam pada itu daku tak bisa menggunakan nalar normal. Maksudnya apa
coba?
Dokter mila (MILAtih
jantung, hee) minta aku untuk beli siomay yang pedas tapi kecapnya sedikit dan
porsinya yang dibanyakin. Dan satu lagi beliau pesan longan. Maksudnya, beliau
meminta aku untuk membeli pesanannya barusan di kantin kampus. Tak ada masalah
sekilas dengan kejadian itu. Tapi aku tetap mencium aroma kematian. Pasalnya, longan
tak pernah ada dalam kamus pembendaharaan kataku. Parahnya lagi satu kata
sebelum kata longan disebut tak begitu jelas.
Longan itu apa? Apakah
dia sejenis makanan atau cuma bungkusan makanan. Innalillah. Betapa naifnya
diriku. Hi hi
Jangan kau tanya
kenapa aku tak memastikan dengan bertanya apa itu longan kepada dokter Mila. Bisa-bisa
aku akan dihina-dinakan dihadapan semua teman dan instruktur yang ada di
ruangan itu. Alih-alih memilih untuk bertanya pada dokter Mila apa itu longan,
aku ngeluyur pergi demi segera menghindar dari wajah ketusnya dokter Mila. Jangan
bodoh pikirku. Kan aku bisa tanya ke penjual di kantin apa itu longan.
***
Di kantin, riuh
rendah suara mahasiswa. Ini tempat makan atau tempat pusat pasar. Teringat iklan
jaman dulu “e eh, makan jangan bersuara”. J
.
“Kak, kakak tau
longan apa?” tanyaku pelan-pelan dan hati-hati pada penjual siomay.
Kuharap sekeliling
tak ada yang mendengar percakapanku. Ah, betapa malunya aku kalau ternyata
longan itu adalah sesuatu yang sudah familiar bagi orang lain.
“Waduh, enggak
tau juga tuh dek”
Wuih. Berarti bukan
aku saja yang gak tau apa itu longan. Lega yang tak melegakan. Yang kuinginkan
adalah jawaban apa itu longan. Atau barangkali aku yang salah menyebutkan. Entahlah,
tanya pada rumput yang bergoyang.
“tolonglah kak. Saya
disuruh dokter beli longan. Katanya ada dijual di kantin ini” kataku memelas ketidakpastian.
Padahal kalau orang gak tau ngapain dipaksa.
Sejenak kakak
itu memanggil pemilik siomay. Ibu-ibu paruh baya. Ibu pemilik siomay itu
menghampiriku. Harap-harap cemas bisa kudapatkan jawaban apa itu longan.
“Oh, longan itu
dek, empek-empek yang bentuknya kayak ikan, kapal laut. Macem-macemlah. Kita belum
buat itu dek, kitapun siomay ini baru buka, jadi belum lengkap” begitu
mantapnya sang ibu pemilik siomay ini menjawab. Eyaelah bu… kalau empek-empek
mah ane juga tau.
“Yang benar bu
longan itu empek-empek?” tanyaku ragu.
Ibu itu menjawab
dengan anggukan kepala dalam-dalam. Artinya ia yakin dengan seyakin-yakinnya. Tinggal
aku dengan setumpuk keraguan. Tidak mungkin dokter Mila meminta sesuatu yang
sesuatu itu tidak ada dikantin ini. Longan oh longan…
***
Di pintu masuk
ruang praktikum aku mulai bergetar kembali. Aroma kematian tercium semerbak
dari arah wajah dokter Mila. Bila tak berdosa ingin rasanya kutancapkan sonde tepat diulu hatiku. Atau kurobek-robek
leher dengan scalpel tajam setajam
silet. Heu heu. Dapatkah kau bayangkan beban jiwaku saat ini?
“Mana minumnya?”
tanya dokter Mila singkat. Tatapan mata tajamnya tak pernah bersahabat.
Aih, minuman apa
lagi. Bukannya dokter Mila tak pesan minum tadi. Yakin betul di memori kepalaku
tak ada pesanan minuman. Yang dipesan adalah siomay dan longan. Atau
jangan-jangan longan itu sejenis minuman. Ah entahlah. Yang jelas dokter Mila
tak pesan minuman.
“Maaf, dokter
tadi kan gak pesan minum, atau saya belikan
dikantin PSIK”
Bergetar bibirku
menjawabnya. Kulihat aura wajahnya berubah. Ini aura yang kukenali sebagai
pertanda akan terjadi bencana besar di seantero biosfer dan atmosfer ruangan
praktikum. Aura mematikan. Aroma kematian tercium kental dan menyengat. Tamatlah
riwayatku. J
“Memangnya di
kantin PSIK ada?” suaranya nyaring menusuk telinga, tak memeduli tuan.
“Ada air aqua
kan dokter” tak tau lagi harus kujawab apa. Tak ada jawaban yang bisa
membendung amarah. Daku pasrah. Raut wajah dokter Mila makin memerah seumpama
kepiting rebus. Ops!
“Dia gak tau itu
es longan, Mila” sahut intruktur baik hati disebelahnya. Busyet dah! longan itu
adalah sejenis es. Es longan. Es longan adalah minumnya. Duhai para penjagal,
bunuhlah diriku di rawa-rawa. Hi hi.
“Ia dokter,
mohon maaf saya enggak tau apa itu longan” ah, tiba tiba badanku terasa
mengecil, mengecil, mengeciiil. Segala kutukan yang belum terucap sudah
terdengar ditelingaku.
Tak ayal lagi
seribu sindiran meluncur deras dari bibir dokter mila. Menusuk-nusuk. Sakitnya tuh
disini (pegang telinga). Wahai engkau para mahasiwa, jika mendapati dirimu pada
kondisi sepertiku dan tidak tahan dengan banjir kalimat yang menusuk. Aku sarankan
pura-puratuli saja. Ha ha.
Tragedi es
longan yang tak terlupakan. Dari seorang pemuda kampong di tengah riuh
rendahnya irama kota raya.
Andai kubaca
Al-ma’tsurat selepas subuh tadi mungkin tak begini jadinya. Ulangi tiga kali
surat An-Nas. Minal jinnati wannas… (berlindung dari golongan jin dan manusia).
Hi hi.
Tanjung Selamat, 25/10/14
0 Response to " Tragedi Es Longan"
Post a Comment