Ramadhan Bulan Petasan (Mercon)
Tuesday, July 30, 2013
Add Comment
Penikmat mercon
ini bersuka cita meletuskan bunyi-bunyian yang menyakitkan telinga dan
mengejutkan jantung tanpa mengenal waktu disepanjang bulan Ramadhan. Puncaknya,
saat malam ke 27 dan 28 Ramadhan dimana saat seharusnya orang ramai-ramai
beribadah dan memenuhi masjid malah sebaliknya ramai-ramai orang berlomba
menyulut mercon dan menyalakan lilin. Semakin besar suara yang ditimbulkan
mercon maka semakin puaslah rasa hatinya. Kebiasaan membeli mercon sudah
benar-benar menghinggapi segenap nafsu di dada. Bayangkan saja, orang-orang
berduit tak jarang menghabiskan uang sampai bernilai jutaan rupiah hanya untuk
membeli mercon yang akan diletuskan begitu saja. Anak-anak akan merengek meminta
kepada orang tua untuk dibelikan mercon.
Nilai
rasionalitas dari dalam diri masyarakat mulai menghilang. Bagaimana tidak,
masyarakat lebih memilih membuang uang ke langit dibandingkan dengan
menginfakkannya untuk fakir dan miskin di sekitarnya. Sudah pasti penikmat
mercon akan merogoh kantong lebih dalam lagi untuk membeli mercon demi memenuhi
kepuasan dirinya. Pengakuan salah seorang teman kepada penulis sudah cukup
membuktikan bahwa penikmat mercon merupakan jiwa pemboros. Ia sengaja dibelikan
sekarung mercon berbagai ukuran oleh ibunya dengan nilai rupiahnya mencapai
satu jutaan untuk dipergunakan secara pribadi.
Mubazir
merupakan kata yang paling tepat rasanya disematkan kepada mereka yang
mengganti lembaran rupiahnya dengan sejumlah mercon. Islam mengajarkan kita
untuk membelanjakan harta kita untuk hal yang bermanfaat. Membeli barang-barang
yang tidak begitu penting atau bahkan barang tersebut mendatangkan mudharat
adalah bentuk pengejawantahan dari sikap boros dan mubazir seseorang. Innal mubadzirina kanu ikhwanus syayatina.
Menjadi catatan khusus bagi kita, bahwa hobi jangan sampai menjadikan hilang
rasionalitas dari dalam diri kita.
Sejarah Dan Efek Petasan (Mercon)
Petasan yang
sering disebut juga dengan mercon adalah peledak berupa bubuk yang dikemas
dalam beberapa lapis kertas, biasanya bersumbu, digunakan untuk memeriahkan
berbagai peristiwa. Sejarah petasan bermula dari Cina. Sekitar abad ke-9 seorang
juru masak secara tak sengaja mencampur tiga bahan bubuk hitam (black powder) yakni garam peter atau
kalium nitrat, belerang (sulfur), dan
arang dari kayu (charcoal) yang
berasal dari dapurnya pribadi. Ternyata campuran ketiga bahan itu mudah terbakar.
Jika ketiga bahan tersebut dimasukan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya lalu
keudian dibakar maka akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan keras yang
dipercaya mengusir roh jahat. Baru kemudian pada saat dinasti Song (tahun
960-1279 M) mulai didirikan pabrik petasan.
Melongok pada
sejarah awal mula munculnya mercon membuat kita sedikit terheran. Mercon
merupakan sebuah kepercayaan mistis masyarakat kuno bahwa ledakan dahsyat
mercon merupakan sebuah ritual khusus untuk mengusir roh jahat. Kita masyarakat
modern saat ini tentunya terbebas dari kepercayaan demikian sehingga penggunaan
mercon biasanya digunakan pada saat peristiwa-peristiwa khusus seperti malam
tahun baru, peringatan hari jadi dan peristiwa-peristiwa besar lainnya.
Berbagai media nasional
memberitakan penggunaan mercon secara sembarangan mengakibatkan jatuhnya
korban. Keasyikan menyulut mercon membuat mereka tak memperhatikan kondisi
lingkungan sekitarnya, apakah di sekeliling ada terdapat bahan-bahan yang mudah
terbakar. Acapkali penikmat mercon abai dengan kondisi sekelilingnya ini bahkan
mereka tak perduli kemana mercon itu melesat dan jatuh. Tak ayal lagi,
keasyikan para penikmat mercon membuat pelaku sendiri menjadi korban atau bahkan
mengorbankan orang lain.
Dalam sejarah
islam kita tidak mengenal penyambutan bulan Ramadhan dengan hingar-bingar letusan
mercon dan kembang api. Kita melihat angka penjualan mercon dan kembang api
meningkat di hari raya termasuk hari raya ‘idul fitri. Di Kota Subulussalam,
sudah menjadi rutinitas tahunan pada bulan ramadhan tepatnya malam ke- 27 dan
28 ramai-ramai sejumlah anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua menyulut mercon.
Mari kita sama-sama menyaksikan fenomena ini sebagai suatu pembelajaran bahwa
ternyata ummat islam saat ini benar-benar telah menjadi ummat pengekor. Saat
orang lain merayakan hari besar dengan menyulut mercon kita ikut membebek. Entah
dari mana mulanya jika kita mengurai akar sejarah saat pertama kalinya
merayakan hadirnya bulan Ramadhan dengan kembang api dan mercon.
Rasulullah SAW
memang mengajarkan kepada kita untuk bergembira dan bersemangat menyambut Ramadhan.
Tapi tidak dengan cara seperti ini. Justru seharusnya kita menangisi kepergian
bulan ramadhan di sepuluh hari terakhir, dan
kita merasa sejauh hari-hari Ramadhan berlalu tapi belum begitu maksimal
ibadah yang kita perbuat. Tidak sedikit kalangan yang merutuki kebiasaan
menyulut mercon di bulan ramadhan. Suaranya yang memecah telinga itu sangat
mengganggu kenyamanan orang yang sedang beribadah. Sepuluh hari terakhir yang
digunakan oleh masyarakat untuk memburu pahala dalam i’tikaf malah terganggu
dengan bisingnya suara mercon.
Efek suara
mercon ini juga mengganggu orang tua dan lansia yang memiliki jantung yang
lemah. Ibu-ibu dibuat kesal karena tiba-tiba bayinya terjaga dari tidur. Suara
letusan mercon juga membuat sebagian warga trauma masa konflik GAM. Pada
kondisi trauma yang parah, seperti yang dialami salah satu penduduk di desa
Dusun Rahmah, Subulussalam Barat. Ia berlari sambil berteriak tiarap sesaat
setelah mendengar bunyi letusan mercon.
Ketidakramahan Sosial
Masyarakat
islami adalah masyarakat transformasi dari sebentuk ketidakramahan sosial
menjadi kondisi lingkungan yang damai, nyaman dan tentram. Saling menghargai
dan mengedepankan kenyamanan bersama dibanding hobi dan ego pribadi menjadi
salah satu ciri yang melekat pada masyarakat islami. Tampaknya, itu yang luput
dari kondisi ummat islam saat ini. Menyalurkan dan menikmati hobi memang tak
boleh dibatasi akan tetapi itu berlaku sejauh hobi kita tak menyiksa dan
mengganggu orang lain. Nilai-nilai sikap dan tindak tanduk kita (attitude) menjadi tonggak utama dalam
bermasyarakat. Betapa kita menyaksikan banyak orang tidak dihargai karna sikap
acuhnya pada lingkungan. Karna kita hidup tak sendiri. Kita adalah makhluk
sosial.
Begitu
pula para penikmat mercon, oleh karena bisingnya letusan mercon sangat
mengganggu masyarakat. Ini menjadi satu bahan introspeksi diri sejauh mana kita
menghargai masyarakat sekitar. Selain itu juga kita sedang belajar menggunakan
uang kita untuk kita belanjakan pada hal yang bermanfaat saja. Kita mengenal
jargon masyarakat aceh “pemulia jamee
adat geutanyoe”. Jika tamu saja kita hormati dan muliakan apatah lagi
penduduk setempat dimana sehari-hari kita berinteraksi dengan mereka.
Bulan ramadhan
ini merupakan bulan kesabaran dan diuji kita dalam mengekang nafsu untuk bersenang-senang.
Maka, mengekang nafsu untuk membeli mercon menjadi ujian terberat bagi penikmat
mercon. Semangat Ramadhan kali ini adalah semangat menghargai orang lain,
perlakukanlah orang sebagaimana kita ingin diperlakukan, tak mustahil jika ini
diterapkan masyarakat Aceh akan menjadi masyarakat paling ramah sedunia.
Twitter: @DCHabibillah
Twitter: @DCHabibillah
0 Response to "Ramadhan Bulan Petasan (Mercon)"
Post a Comment