Ramadhan Bulan Petasan (Mercon)



Pada bulan Ramadhan sering terdengar letusan-letusan dahsyat yang mengganggu telinga. Mercon menjadi suatu kenikmatan bagi sebagian orang dan menjadi momok bagi sebagian lainnya. Tentu bagi penikmat mercon, ini merupakan suatu sensasi yang luar biasa yang mereka rasakan betapapun orang merasa terusik dengan ulah mereka.  Kebiasaan menyulut mercon benar-benar menjangkiti masyarakat, bukan hanya kalangan anak-anak saja tapi juga digemari oleh dewasa dan orang tua.
Penikmat mercon ini bersuka cita meletuskan bunyi-bunyian yang menyakitkan telinga dan mengejutkan jantung tanpa mengenal waktu disepanjang bulan Ramadhan. Puncaknya, saat malam ke 27 dan 28 Ramadhan dimana saat seharusnya orang ramai-ramai beribadah dan memenuhi masjid malah sebaliknya ramai-ramai orang berlomba menyulut mercon dan menyalakan lilin. Semakin besar suara yang ditimbulkan mercon maka semakin puaslah rasa hatinya. Kebiasaan membeli mercon sudah benar-benar menghinggapi segenap nafsu di dada. Bayangkan saja, orang-orang berduit tak jarang menghabiskan uang sampai bernilai jutaan rupiah hanya untuk membeli mercon yang akan diletuskan begitu saja. Anak-anak akan merengek meminta kepada orang tua untuk dibelikan mercon. 
Nilai rasionalitas dari dalam diri masyarakat mulai menghilang. Bagaimana tidak, masyarakat lebih memilih membuang uang ke langit dibandingkan dengan menginfakkannya untuk fakir dan miskin di sekitarnya. Sudah pasti penikmat mercon akan merogoh kantong lebih dalam lagi untuk membeli mercon demi memenuhi kepuasan dirinya. Pengakuan salah seorang teman kepada penulis sudah cukup membuktikan bahwa penikmat mercon merupakan jiwa pemboros. Ia sengaja dibelikan sekarung mercon berbagai ukuran oleh ibunya dengan nilai rupiahnya mencapai satu jutaan untuk dipergunakan secara pribadi.
Mubazir merupakan kata yang paling tepat rasanya disematkan kepada mereka yang mengganti lembaran rupiahnya dengan sejumlah mercon. Islam mengajarkan kita untuk membelanjakan harta kita untuk hal yang bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak begitu penting atau bahkan barang tersebut mendatangkan mudharat adalah bentuk pengejawantahan dari sikap boros dan mubazir seseorang. Innal mubadzirina kanu ikhwanus syayatina. Menjadi catatan khusus bagi kita, bahwa hobi jangan sampai menjadikan hilang rasionalitas dari dalam diri kita.  

Sejarah Dan Efek Petasan (Mercon)
Petasan yang sering disebut juga dengan mercon adalah peledak berupa bubuk yang dikemas dalam beberapa lapis kertas, biasanya bersumbu, digunakan untuk memeriahkan berbagai peristiwa. Sejarah petasan bermula dari Cina. Sekitar abad ke-9 seorang juru masak secara tak sengaja mencampur tiga bahan bubuk hitam (black powder) yakni garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya pribadi. Ternyata campuran ketiga bahan itu mudah terbakar. Jika ketiga bahan tersebut dimasukan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya lalu keudian dibakar maka akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan keras yang dipercaya mengusir roh jahat. Baru kemudian pada saat dinasti Song (tahun 960-1279 M) mulai didirikan pabrik petasan.
Melongok pada sejarah awal mula munculnya mercon membuat kita sedikit terheran. Mercon merupakan sebuah kepercayaan mistis masyarakat kuno bahwa ledakan dahsyat mercon merupakan sebuah ritual khusus untuk mengusir roh jahat. Kita masyarakat modern saat ini tentunya terbebas dari kepercayaan demikian sehingga penggunaan mercon biasanya digunakan pada saat peristiwa-peristiwa khusus seperti malam tahun baru, peringatan hari jadi dan peristiwa-peristiwa besar lainnya.
Berbagai media nasional memberitakan penggunaan mercon secara sembarangan mengakibatkan jatuhnya korban. Keasyikan menyulut mercon membuat mereka tak memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya, apakah di sekeliling ada terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar. Acapkali penikmat mercon abai dengan kondisi sekelilingnya ini bahkan mereka tak perduli kemana mercon itu melesat dan jatuh. Tak ayal lagi, keasyikan para penikmat mercon membuat pelaku sendiri menjadi korban atau bahkan mengorbankan orang lain.
Dalam sejarah islam kita tidak mengenal penyambutan bulan Ramadhan dengan hingar-bingar letusan mercon dan kembang api. Kita melihat angka penjualan mercon dan kembang api meningkat di hari raya termasuk hari raya ‘idul fitri. Di Kota Subulussalam, sudah menjadi rutinitas tahunan pada bulan ramadhan tepatnya malam ke- 27 dan 28 ramai-ramai sejumlah anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua menyulut mercon. Mari kita sama-sama menyaksikan fenomena ini sebagai suatu pembelajaran bahwa ternyata ummat islam saat ini benar-benar telah menjadi ummat pengekor. Saat orang lain merayakan hari besar dengan menyulut mercon kita ikut membebek. Entah dari mana mulanya jika kita mengurai akar sejarah saat pertama kalinya merayakan hadirnya bulan Ramadhan dengan kembang api dan mercon.
Rasulullah SAW memang mengajarkan kepada kita untuk bergembira dan bersemangat menyambut Ramadhan. Tapi tidak dengan cara seperti ini. Justru seharusnya kita menangisi kepergian bulan ramadhan di sepuluh hari terakhir, dan  kita merasa sejauh hari-hari Ramadhan berlalu tapi belum begitu maksimal ibadah yang kita perbuat. Tidak sedikit kalangan yang merutuki kebiasaan menyulut mercon di bulan ramadhan. Suaranya yang memecah telinga itu sangat mengganggu kenyamanan orang yang sedang beribadah. Sepuluh hari terakhir yang digunakan oleh masyarakat untuk memburu pahala dalam i’tikaf malah terganggu dengan bisingnya suara mercon.     
Efek suara mercon ini juga mengganggu orang tua dan lansia yang memiliki jantung yang lemah. Ibu-ibu dibuat kesal karena tiba-tiba bayinya terjaga dari tidur. Suara letusan mercon juga membuat sebagian warga trauma masa konflik GAM. Pada kondisi trauma yang parah, seperti yang dialami salah satu penduduk di desa Dusun Rahmah, Subulussalam Barat. Ia berlari sambil berteriak tiarap sesaat setelah mendengar bunyi letusan mercon.

Ketidakramahan Sosial
         Masyarakat islami adalah masyarakat transformasi dari sebentuk ketidakramahan sosial menjadi kondisi lingkungan yang damai, nyaman dan tentram. Saling menghargai dan mengedepankan kenyamanan bersama dibanding hobi dan ego pribadi menjadi salah satu ciri yang melekat pada masyarakat islami. Tampaknya, itu yang luput dari kondisi ummat islam saat ini. Menyalurkan dan menikmati hobi memang tak boleh dibatasi akan tetapi itu berlaku sejauh hobi kita tak menyiksa dan mengganggu orang lain. Nilai-nilai sikap dan tindak tanduk kita (attitude) menjadi tonggak utama dalam bermasyarakat. Betapa kita menyaksikan banyak orang tidak dihargai karna sikap acuhnya pada lingkungan. Karna kita hidup tak sendiri. Kita adalah makhluk sosial.
          Begitu pula para penikmat mercon, oleh karena bisingnya letusan mercon sangat mengganggu masyarakat. Ini menjadi satu bahan introspeksi diri sejauh mana kita menghargai masyarakat sekitar. Selain itu juga kita sedang belajar menggunakan uang kita untuk kita belanjakan pada hal yang bermanfaat saja. Kita mengenal jargon masyarakat aceh “pemulia jamee adat geutanyoe”. Jika tamu saja kita hormati dan muliakan apatah lagi penduduk setempat dimana sehari-hari kita berinteraksi dengan mereka. 
Bulan ramadhan ini merupakan bulan kesabaran dan diuji kita dalam mengekang nafsu untuk bersenang-senang. Maka, mengekang nafsu untuk membeli mercon menjadi ujian terberat bagi penikmat mercon. Semangat Ramadhan kali ini adalah semangat menghargai orang lain, perlakukanlah orang sebagaimana kita ingin diperlakukan, tak mustahil jika ini diterapkan masyarakat Aceh akan menjadi masyarakat paling ramah sedunia.
Twitter: @DCHabibillah

0 Response to "Ramadhan Bulan Petasan (Mercon)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel