Pemkot Subulussalam Tak Tegas Atasi Petasan (Mercon)

Twitter: @DCHabibillah

Subulussalam (21/07/2013) Di bulan Ramadhan sering terdengar letusan-letusan dahsyat yang mengganggu telinga. Mercon menjadi suatu keasyikan bagi sebagian orang dan menjadi momok bagi sebagian lainnya. Tentu bagi penikmat mercon, ini merupakan suatu sensasi yang luar biasa yang dirasakan betapapun orang lain merasa terusik dengan ulah mereka.
Kebiasaan membakar mercon benar-benar menjangkiti masyarakat Subulussalam. Mengapa saya sebut sebagian masyarakat? Sebab, penikmat mercon ini bukan hanya dari kalangan anak-anak saja, tapi juga digemari oleh dewasa dan orang tua. Mereka semua bersuka cita meletuskan bunyi-bunyian yang menyakitkan telinga dan mengejutkan jantung tanpa mengenal waktu disepanjang bulan ramadhan. Puncaknya, saat malam ke 27 Ramadhan dimana saat seharusnya orang ramai-ramai beribadah dan memenuhi masjid malah sebaliknya ramai-ramai orang berlomba menyulut mercon dan menyalakan lilin. Semakin bersar suaranya semakin puas rasa hatinya.
“Anak paman saya lebih ngeri, sekali ayahnya belanja ke medan satu karung mercon dibelinya. Ah.. sungguh senangnya kalau saya punya sekarung mercon” ujar AD jujur tanpa ada rasa sungkan. Ya, kebiasaan membeli mercon sudah benar-benar akut menghinggapi segenap nafsu didada mereka. Bayangkan saja, orang-orang berduit tak jarang menghabiskan uang sampai bernilai jutaan hanya untuk membeli mercon yang akan diletuskan begitu saja. Anak-anak akan merengek dan memaksa meminta kepada orang tua untuk dibelikan mercon. 
Mercon (petasan) adalah peledak berupa bubuk yang dikemas dalam beberapa lapis kertas, biasanya bersumbu, digunakan untuk memeriahkan berbagai peristiwa. Sejarah petasan bermula dari Cina. Sekitar abad ke-9 seorang juru masak secara tak sengaja mencampur tiga bahan bubuk hitam (black powder) yakni garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya. Ternyata campuran ketiga bahan itu mudah terbakar. Jika ketiga bahan tersebut dimasukan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya yang lalu dibakar dan akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan keras yang dipercaya mengusir roh jahat. Baru pada saat dinasti Song (960-1279 M) didirikan pabrik petasan.
“Yang kami sesalkan adalah saat-saat Allah menjanjikan keberkahan di malam lailatul qadar, eh malah dikotori oleh penghidupan lilin dan semarak suara mercon. Lalu bagaimana bisa malaikat turun?” seru Ust Aab Syihabudin satu ketika di mesjid As-Silmi. Kepala sekolah MAN Subulussalam ini sangat menyayangkan kebiasaan masyarakat menghidupkan mercon.
Di lain tempat ada salah satu penduduk, tepatnya di desa Dusun Rahmah, Subulussalam Barat yang berlari-lari sambil berteriak “Tiarap! Tiarap!”. Trauma masa kerusuhan GAM dulu muncul sontak setelah mendengar dentuman suara mercon bersaut-sautan. Belum lagi banyak masyarakat yang berusia lanjut yang tidak sanggup jantungnya menerima suara-suara ledakan membahana. Banyak pula masyarakat yang mengutuk kebiasaan menyulut mercon.
Sikap tegas pemerintah Kota Subulussalam untuk menghentikan ini semua sangat dinanti masyarakat. Betapa sebenarnya masyarakat membutuhkan suasana yang nyaman untuk beribadah di sisa-sisa Ramadhan. Butuh satu aksi nyata pemerintah untuk memberikan efek jera kepada penikmat mercon. Mengerahkan pengamanan dan menangkap pelaku serta memberikan treatment khusus. selain itu pemerintah juga harus melarang penjualan mercon beredar di kota Subulussalam. Jika hal kecil yang begitu mengganggu seperti ini saja tidak bisa diatasi. Maka belum tentu pemerintah akan mampu menuntaskan menyelesaikan masalah-masalah besar.

Wahai pemerintah Kota Subulussalam, kami butuh sikap tegas dirimu!


0 Response to "Pemkot Subulussalam Tak Tegas Atasi Petasan (Mercon)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel