Al-Amin Takkan Pernah Mampir, Apalagi Bermukim


Sebuah Catatan.
Aku hanya teringat pada kejadian-kejadian besar yang hadir akhir-akhir ini   
   
     Seorang anak menangis sejadi-jadinya.
                 “Ikuutt…!” paksa sang anak saat ibunya hendak melangkah.
                “Adek! Jangan! Mama mau ke rumah sakit. Mau disuntik adek? Hiss ngeri” mencoba jurus menakut-nakuti anak agar tidak menangis dan minta ikut. Ternyata berhasil. Sang ibu kemudian pergi melenggang ke hajatan tetangganya. Nyaman menanam kebohongan sejak dini.
                “Diam kasep! Anak mama gak boleh cengeng. Kalau nangis terus nanti keluar hantu. Nah, tuh dengar…” si Ayah di belakang pintu sibuk memainkan suara mulutnya agar terlihat angker. Berhasil. Anak terdiam sambil memeluk ibunya erat- erat. Kolaborasi kebohongan yang apik.
                “Cep, cep, cep! Anak Baik. Sakit ya kakinya jatuh. Pukul kodoknya. E eh, kodoknya lari!”
                Hampir semua anak bertumbuh dengan tunas kebohongan yang dipupuk sejak dari benih. Mereka lambat laun akan mengetahui bahwa selama ini sang ibu membohonginya. Mereka mungkin hanya akan diam. Mereka tidak akan berontak marah dengan sekian banyak ketidak jujuran yang mesti ditelan setiap harinya. Akan tetapi mereka mempunyai satu modal dasar untuk menjadi seorang pembohong.
                Lalu layakkah kita berteriak di mimbar-mimbar, dari podium ke podium lain, dari satu majelis ke majelis lain, dekan bekal sekantung keyakinan yang kuat untuk mengubah bangsa berujar dengan fasihnya “Kejujuran adalah nilai yang harus dimiliki oleh bangsa ini”, padahal sesungguhnya anak kita dirumah kerap disuguhi mentah-mentah dengan kebohongan-kebohongan yang dianggap biasa.
                Anak itu sekarang sudah dewasa. Anak itu adalah kita. Mungkin kita menganggap itu hanya masa kecil dahulu. Ibu tidak berbohong lagi kok sekarang. Tapi tahukah, bahwa ternyata kebohongan itu sudah mendarah daging di dalam diri kita. Kalau kita jujur mengukur, tak terhitung jumlahnya kebohongan demi kebohongan yang terlontar. Berapa kali sudah kita bohongi orang tua saat kita duduk kongkow-kongkow dengan teman-teman dan atau berkencan dengan seorang pujaan hati? Berapa kali sudah kita bohongi guru-guru kita disetiap ujian selalu ada resep khusus yang diletakkan di tempat-tempat khusus? Sudah berapa kali kita bohongi teman-teman kita, orang-orang yang ada disekeliling kita? Bahkan disetiap candaan kita selalu diwarnai kebohongan.

“Celakalah orang yang berbicara lalu ia berdusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia” (HR. Abu Daud dan Tirmizi)

                Dan ketika hati ini sudah menjadi keruh maka nilai kejujuran sudah tidak berarti lagi. Bahkan nilai “sumpah” yang seharusnya tinggi dianggap sepele. 

“Tidaklah seseorang bersumpah demi Allah lalu ia masukkkan kedalam sumpahnya sebesar sayap nyamuk, melainkan itu menjadi noktah dalam hatinya sampai hari kiamat” (HR. Tirmizi Dan Hakim dengan sanad yang Shahih)

Allah… aku merindukan sosok yang jujur sebagaimana pribadi RasulMu, hadir ditengah-tengah dunia yang penuh kebohongan ini. Mungkinkah Al-Amin dan Siddik itu mampir dan bermukim di hati kami, sebagaimana Rasulullah dan sahabat Abu Bakar?
                Ketidakjujuran ini ibarat mata rantai yang tidak terputus. Turun-temurun. Mari kita mulai memotong satu mata rantai itu agar tidak ada ketersambungan dengan generasi yang akan datang.
Dalam sebuah pidatonya saat Rasulullah wafat. Abu bakar dengan mata yang sembab berujar “ Rasulullah pernah berdiri dihadapan kita sebagaimana aku berdiri saat ini” kata-kata terpotong dan Abu Bakar menangis hingga air matanya menetes. Ia melanjutkan “Beliau bersabda: kamu harus berlaku jujur karena kejujuran bersama kebajikan dan keduanya berada di syurga”.
Dalam kitab yang masyhur Tazkiyatun Nafs Said Hawa menuliskan bahwa dusta merupakan dosa menjijikkan dan aib yang keji.

Subhanallah… begitu tingginya nilai kejujuran    

Lamlagang, 20 Juni 2012

0 Response to " Al-Amin Takkan Pernah Mampir, Apalagi Bermukim "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel