Silaturrahim Membekas



            Ini bermula saat ikrar bersama teman-teman pengajian Rohis MAN dilafazkan. Kami bertekad akan memberikan hadiah apa saja yang kami mampu untuk guru SD kami. Tujuannya hanya satu untuk membangun silaturahim dan kedekatan, mengingat sulitnya tantangan seorang guru SD jika dibanding guru MAN dalam mengajarkan untaian kebaikan.
            Tidak ada hujan dan tidak pula membadai, dengan segenap keberanian yang dihimpun saya menggenggam kotak hadiah untuk diberikan pada sang guru. Ragu-ragu saya mendekati rumahnya yang sederhana. Rasa segan sekaligus takut berkumpul di lapisan akal saya, seolah menghadirkan kembali memori saat SD tentang sosok guru satu ini yang lumayan killer. Entah berapa kali saya dicubit hingga merah dipinggang dan kadang di lengan.
            Entah sudah lebih dari lima kali saya beruluk salam tapi tak juga bersambut dari dalam rumah. Saat saya akan meninggalkan rumahnya, tiba-tiba muncul laki-laki kurus tinggi. Saya masih menegenalinya. Ia merupakan suami dari guru saya.
            “Ibu gak ada dirumah Dek, lagi hadiri acara turun dapur di tempat tetangga” jawab laki-laki kurus itu.
            Saya memang agak sedikit kecewa, karena tak bisa bertatap muka. Tapi kotak kecil itu saya berikan pada suaminya dengan keraguan. Sebenarnya isinya yang membuat saya ragu-ragu untuk memberikannya. Kotak kecil itu berisi 2 buah gelas kaca, dua buku agama tipis yang gratisan dan selembar puisi untuk guru berjudul “Sajak Gelas Kaca” yang saya karang sendiri. Silaturrahmi itu berakhir dengan kernyitan didahi laki-laki itu karena heran maksud dari hadiah yang saya berikan untuk istriya dan kekecewaan saya karna tidak bias bertatap muka langsung.
            Keesokan harinya banyak yang bercerita pada saya tentang rasa bangga ibu guru SD kepada Saya. Kata mereka ibu guru itu menangis saat membaca puisi dari saya. Puisi itu dia pamerkan pada teman-temannya sesama guru, kepada tetangga-tetangganya dan kepada murid-murid di SD-nya. Kertas puisi itu dia beri bingkai yang indah dan digantungkan khusus diruang tamu. Saya sangat gembira melihat reaksinya. Silaturrahmi itu ternyata memberi bekas yang indah pada orang lain. Saya hanya ingin dikenang sebagai orang yang baik semasa hidup. Semoga bisa terwujud dengan silaturrahim.

0 Response to "Silaturrahim Membekas"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel